Kamis, 24 Juni 2010

Khawatir

Tak kuasa menahan amarah...
Tak kuasa menahan tangis...
Tak kuasa tawa keluar...
Tak kuasa hati bergetar...

Hari ini...
Aku menangis; Hatiku, bingung; Khawatir.
Keluarlah air mata dari mata air mataku...
Tidak berlinang, tidak bercucur...
Namun tersimpan di telaga hati...
Tempat bernaung diri kecil...

Andai kata hilanglah duka...
Masih ada yang menunggu...
Bersiap menikam; Tegas tanpa kasihan; Membunuh.
Membunuh suka yang tak kunjung datang...
Mematikan pelita lilin dalam gelap malam...

Akankah datang kehadirannya?
Akankah menghibur tanpa pamrih?
Akankah semua berjalan lancar?

Semua hanya pertanyaan tanpa jawaban...
Semua akan berakhir sia-sia; Gagal; Nihil.
Semua kambali pada keseharian yang tak menyenangkan...
Semua kembali gelap...
Karena api tak akan selamanya membara...
Karena pelita akan habis di waktu malam...

Ketika keadaan semakin gelap...
Gulita genapi suram...
Tak kuasa pelita bercahaya...
Tak kuasa api menyala...
Tak dapat aku melihat...
Di mana aku berada...
Dan di mana hati kecilku bicara...

Aku seakan bisu oleh hati...
Tuli oleh diri...
Buta oleh gelap...

Tangan dingin seakan bergerak...
Ikuti dingin yang antarkan ke ujung jurang...
Kaki pun ikut enggan turut...
Tapi ikut oleh waktu...

Di ujung aku teriak...
Di ujung aku besalah...
Di ujung...
Aku ingin sampaikan pesan...
Aku ingin terbang...
Lepaskan semua hasrat...
Hilangkan semua rasa...
Amarah, tawa, tangis...
Hanya satu tetap tersisa...

KhAwAt1r

Selasa, 08 Juni 2010

Sebilah Lidah Menerka...

Ketika awan melayang...
Dawai gitar melambai...
Lagukan suara nan indah asri...

Ketika hati diterawang...
Merah darah kobar semangat...
Merah hati tampakan suram...
Merah muka tampakan malu...

Sudah lama matahari tenggelam...
Sudah lama rembulan kembali...
Namun mulut tebarkan dusta...
Namun hati tebarkan tangis...

Saat jauh mendekat, dekat menjauh...
Saat mimpi mendekat, jauh bermimpi...
Saat lurus berpaling, mimpi pun mendekat di kala jauh...
Saat tawa di muka, tangis di dada...
Saat diam di hati, tiada bergeming wajah...

Tatkala semua itu bersatu, tatkala semua itu berpisah...
Dapatkah semua itu menyatu, dalam rindu yang tiada padu...

Semua laksana ombak...
Tiada berhenti di suatu tempat...
Tiada tenang saat bersuka...

Semua laksana debu...
Tiada henti terinjak-injak...
Tiada henti terbawa angin...

Tak bisakah semua hening...
Laksana tanah dengan langit...
Yang tiada berubah kala di pijak...

Ingin ku ucap selamat tinggal...
Namun ku ucap tuk jangan pergi...
Ku paksakan tuk ulurkan tangan...
Ku paksakan tuk lepaskan ganjaran...

Haruskah tinggalkan telur yang belum menetas?
Haruskah membakar rumah yang telah utuh?
Haruskah menghapus bersih semua papan hingga putih?
Haruskah kain putih ini kau tanggalkan semua?

Minggu, 06 Juni 2010

Panik (Belum Usai Penderitaanku)

Lalai berujung derita...
Terus-menerus mengalir...
Tanpa melihat keadaan...

Semua seakan tiada berujng...
Tiada berakhir...

Seakan lungglai...
Lemas...
Tak ada lagi harapan...
Hitam...
Legam...

Akankah selalu seperti ini setiap harinya...
Masalah selalu mengorbit di kepalaku...
Tanpa melihat isi otakku yang berantakan ini...

Masalah pun menumpuk...
Setinggi Everest...
Selebar Colloseum...
Sedalam Pasifik...
Setinggi langit...

Akankah ada kata tapi...
Akankah berkelit hancurkan masalah...
Akankah semua menjadi bunyi tanpa makna...

Bagiku semua itu bohong...
Semua hanya janji muluk-muluk...
Tiada kata damai...
Tiada kata tentram...
Dunia selalu seperti ini...
Tiada akhir perang...
Tiada akhir konflik...

Tak akan ku jumpai laut lagi di pelabuhan ini...

Kamis, 03 Juni 2010

Panik

Gundah tak sampai terucap...
Garah kala bertindak...
Gerutu si otak udang...
Gembala sang kukang...

Kenapa harus aku!
Jawab menanggung janji...
Pikiran menagih hutang...
Khawatir pun menjadi-jadi...

Arrgghh!!!
Salah benar, semuanya negatif...
Dilakukan atau tidak, sama saja...
Semua berakhir buruk!

Bak malam penghakiman...
Hatiku khawatir...
Bak teriakan sang khalik...
Pikiranku kacau...

Oh...
Remah-remah makanan pun rela ku telan...
Hingga tulang ku gigit...
Daging ku telan...

Lemah diriku bila jatuh...
Isap jempol yang ku bisa...
Apa lagi yang ku bisa?
Jatuhkan mental, turunkan moral...

Hah....
Benarkah ini dunia..?

Rabu, 02 Juni 2010

Mimpi...

Malam...
Gelap penuh pelita...
Terang penuh gulita...
Bedakan aral melintang dan fatamorgana...
Bagai bulu dengan rambut...

Terlintas sebuah pikiran...
Kapankah semua akan berlalu...
Kapankah semua akan terhenti...

Tidur...
Lelap bagai bayi...
Tenang bagai laut...
Sesaat pasang, sesaat surut...
Terus berputar silih berganti...

Terbesil sebuah kekhawatiran...
Akankah tersampaikan...
Akankah berhasil...

Ya...
Semua bagai mimpi...
Saat ku ucapkan sebuah kata...
Kata itu berubah menjadi nyata...
Walau kadang ia liar bagai anjing...
Kadang jinak bagai kucing...

Saat tidak tersampaikan...
Dunia berbalik...
Namun saat negatif di tiadakan...
Lautan kembali berombak...

Dua angka tujuh ku temukan di dalam mimpi...
Dalam sebuah persegi besar...
Yang berseberangan...
Satu garis...
Satu pandangan...
Semua angka yang tak beraturan...
Hanya dua angka itu yang berbeda...

Bingung ku jelajahi...
Sabar ku arungi...
Namun akal tak sampai dapat...
Arti pantun dalam hikayat...
Arti puisi dalam prosa...

Hanya satu kata yang teringat...
Ya...

MIMPI

Selasa, 01 Juni 2010

Hati.

'Alakadarnya...  Alakadarnya..?  Alakadarnya?! Gak terima! Masa harus begini?! Muka mau di taruh di mana? Hah?!'

*Sebal. Gusar. Kusut. Sakit. Kerja. Nihil. Sedikit. Hah?*

'Apa? Ngomong yang jelas! Pitamku sedang membumbung ke langit! ......'


*Maaf. Terima saja. Sudah takdir. Hehehe...*


'Hah?! Apa? Takdir? Takdir?! Menghina kau? Aku tidak percaya dengan takdir! Hidup bisa di ubah bung! Takdir saja kau percaya, makan tuh takdir!'


*Memang bisa. Sudah diubah?*


'Sudah! Bosan aku mendengarnya. Kerjamu mengganggu saja. Tak ada kerjaan lain apa? Aku juga mau istirahat! Sudah banyak pekerjaan yang kulakukan tadi. Malahan, Semua itu hanya memakan hati saja! Hidup segan, mati pun tak mau.'


*Janganlah selalu berkelit. Kita sudah lama bersama. Aku ada dalam hatimu. Aku tahu apa yang kau pikirkan. Aku tahu apa yang akan kau lakukan. Lebih baik putarlah jam hidupmu 180 derajat. Kau juga tak mau kan kalau sesuatu yang buruk terjadi karena kemalasanmu?*


'Hah. Sudah, sudah. Aku sudah bosan mendengarmu. Kau cuma bisa apa? Omongan mu saja yang besar, namun yang di perlukan itu kerja! Praktek! HASILNYA! Bukan teori saja. Kalau teori juga setiap orang pasti dapat seratus.'


*Hehehe. Tak salah aku jadi hati orang sepertimu. Pintar juga kau berkata-kata. Namun, Bagaimana?*


'Apanya?'


*Bukti.*


'Bukti? Katamu biarkan saja yang dulu berlalu. Ya sudah! Yang sekarang biarkan saja. Aku tidak mau mengurusi apapun itu kehendakmu.'


*Hehehe. Aku akan tetap menanti...*


'Tunggu saja.'


*Aku akan menanti. Sampai tempurungmu diam dan air menjadi tenang. Selamat mencari jawabanmu...*