Sabtu, 23 Oktober 2010

Muncul Dalam Pikiran...

Hah...

Sudah banyak lagu aku dengarkan...
Sudah banyak kenangan terjadi...
Sudah banyak kejadian terlewati...
Sudah banyak yang berubah...

Benarkah?
Melihat semuanya aku menjadi diam...
Mungkin masih sadar...
Namun tiada bergeming...
Tiada bergerak...
Tiada berpikir...

Setujukah?
Kalau aku ini terus digempur dengan ujian seperti ini...
Kalau aku terus menunggu...
Kalau aku terus-menerus berpikir...
Mencuri pandangan...
Namun aku tidak diajarkan untuk mencuri...

Denting piano terus bernyanyi...
Dawai gitar terus dipetik...
Hati ini terus sunyi...
Hati ini kian pelik...

Topeng pun akan dilepas...
Namun topeng baru akan segera terpasang lagi...
Wajah asli pun akhirnya tertutup...
Tersembunyi...

Haruskah terus...
Bersembunyi...
Walau tetap aku memaksa diriku untuk keluar...
Tapi semua itu tetap saja...

Mungkin ada beberapa kata yang tersedak...
Diam...
Meradang...
Bersarang...

Takutkah?
Pergikah?
Jujurkah?
Atau diam...

Until the path is open by themselves..

Rabu, 13 Oktober 2010

Murid itu Sebenarnya Budak (?)

Saat ini bosan sudah menjadi teman dan penat di kepala sehabis ujian tengah semester yang mematikan itu masih terbesit dalam otak ini. Lalu di SMAku aku mulai bertanya pada diriku "Apa yang harus aku lakukan?" Ya, sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu sebelum hari senin yang lalu aku pikirkan hal ini. Namun saat kata-kata permohonan diucapkan, beberapa kata penolakan muncul. Awalnya halus dan biasa saja. Namun setelah ditekan beberapa hari akhirnya terasa juga gerahnya guru yang selalu ditagih olehku. Sebenarnya hanya ingin bertanya, sebenarnya boleh tidak bermain basket di lapangan pagi hari ini atau saat istirahat. Namun tetap saja tidak boleh. Waktu yang disiapkan hanya saat pulang sekola. Pulang sekola? Panas begitu? Bukankah pagi lebih baik sinarnya dari pada siang? Apalagi saat matahari sangat menyengat, orang bisa dibuat pusing olehnya. Jadi kapankah saatnya beristirahat? Dirumah saja? Kalau disekolah? Mau mengerjakan apa? Belajar? Bukankah sudah ujian? Bukankah setelah ujuian seharusnya libur dan "belajar dirumah"? Kenapa menjadi belajar secara harfiah di sekolah? Bahkan berolah raga di pagi hari yang cerah dengan sinar mentari yang menyehatkan pun tidak boleh dinikmati? Bagaimana ini? Setengah dari kelas pergi untuk homestay dan setengah lagi harus belajar dengan meninggalkan mereka yang sedang pergi? Adakah solusi dari semua ini? Sudah aku tawarkan beberapa solusi.

>Liburkan!
Tapi guru harus bekerja.

>Biarkan kami bermain!
Tidak boleh. Titik!
>Basket juga tidak?
Tidak!
>Di pagi hari yang menyehatkan tubuh ini?
Tidak! Lebih baik carilah kegiatan yang bermanfaat.

Apa? Membuat hiasan untuk festifal? Kami juga jadi bosan! Tolonglah mengerti. Kami juga manusia. Kami punya batasan untuk menerima dan batasan untuk mengerti. Jadi cobalah untuk mengerti dan bukan dimengerti. Sebenarnya kami itu apa? Selalu saja ada alasan untuk menghindar? Apakah jabatan yang menutup hatimu? Ataukah suara kami hanya angin yang lewat begitu saja? Angin yang hanya lewat di dalam paru-parumu dan keluar begitu saja? Yang kau butuhkan namun enggan kau dengarkan? Tolonglah. Aku juga punya batasan. Aku tidak bisa selamanya meratakan wajah ini. Aku mungkin memohon, hari ini. Tapi besok mungkin sudah bisa meneriaki. Walau teriakan itu bisa saja tersumbat di gendang telingamu dan memantul lagi ke dalam telingaku. Tolonglah. Aku butuh solusi. Bukan janji belaka dari lidah bersabuk hitammu itu.

"Ah, kamu. Aq"

Kembali lagi. Mimpi-mimpi aneh setelah kehidupan menyertai keanehanku, eh, terbalik, keanehan yang menyertai hidupku. Dari dua orang yang tersenyum teramat lebar sampai sekarang, tiga kata dalam pesan singkatku di alam mimpi yang terasa amat nyata. Memang terasa memegang handphone, lalu menekan beberapa tombol dan ada kata-kata seperti ini "Ah, kamu. Aq"

Aneh? Pasti. Bingung? Apa lagi. Beberapa kejanggalan di dalam mimpiku yang sudah pasti ganjil itu membuat aku semakin bingung. Apalagi dengan keanehan yang pernah terjadi denganku. Dari keanehan di dunia nyata sampai terbawa ke mimpi. Walaupun orang yang tersenyum itu tidak ada kaitannya dengan pesan singkat di handphoneku, tapi tetap saja aneh.

Awalnya mata terpejam dan hitam legam. Lalu mata terasa membuka walau menutup dan akhirnya memegang handphone yang terdengar bergetar, dalam mimpi. Lalu aku melihat ada satu tulisan yang tidak asing lagi di mataku. Namun tulisan itu didampingi oleh tiga kata lagi yang aneh. Sepertinya aku tidak mengirimkan pesan yang membuatnya harus membalas itu, tapi... Kok bisa begitu?

Ah, aneh...
Semoga bintang yang bersinar itu bisa menyinari pikiranku...

Kamis, 07 Oktober 2010

Lagi-lagi

Lagi-lagi aku diam termenung di depan komputer untuk mengetik. Lagi-lagi akud iam di depan monitor untuk memberi salam kepada BitTorrent, Facebook, Twitter, O2Jam, Genetos, Rythm World, dan lain-lain. Hanya untuk merefresh pikiranku yang sudah lama tidak menyalami mereka. Ya, aku kira ini semua adalah rutinitas yang patut dibilang "sudah merobotisasi". Hanya terpaku pada elektronik, lagi dan lagi. Karena sekali lagi aku mau ingatkan lagi tentang kepergianku untuk ujian tidak menghilangkan pikiran jahat untuk online. :P

Ya, yang penting aku hampir bebas dari segala kepenatan yang sudah menghalangiku untuk mendengarkan lagu di Headset komputerku tersayang. Sungguh fantastis! Apakah nanti aku dapat mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan yang aku harapkan? Semoga saja bisa! Walaupun sudah ada satu pelajaran yang terbukti remed, jadi, ya sudahlah, syukuri apa yang terjadi kalau kata D'masiv. Jadi belajar saja, wong bentar lagi kok, satu hari lagi. Tapi memang ada yang aneh akhir-akhir ini.Entah itu aku yang mulai aneh atau aku memang merasakan keanehan di sini. Tapi yang lebih aneh terjadi saat aku pulang sekolah, tadi!

Awal kata, aku merasakan keanehan. Ya, mungkin diriku yang aneh. Tiap hari aku merasakan ada yang berbeda. Entah apa yang terjadi tapi kenapa bukan semut yang mengikuti gula? Ya, aku tak tahu apa maksudnya, tapi kadang kiasan bisa saja terbalik, dan kadang kembali seperti semula. Tapi kenapa jadi begitu? Kadang terbesit pikiran yang aneh-aneh. Lagi-lagi keanehan terjadi. Namun satu yang aku tahu, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun kawanku sudah aneh dan sapertinya stres karena memikirkan pelajaran, dia mulai meneliti angka. Namun, kenapa angka yang sama yang dia teliti? Aku memang tidak mau ikut campur urusannya, tapi masalahnya itu menyangkut diriku. Jadi aku mau bertindak untuk menyadarkannya, tapi biarlah. Biarkan dia berkreasi. Nanti juga lupa kok.

Satu lagi kejadian aneh saat aku ingin menyebrang. Lagi-lagi headset sudah terpasang di telingaku dan aku sedang berjalan sambil mengilhami lagu yang aku dengarkan itu. Sebenarnya aku memerhatikan jalan yang berada tepat di bawah kakiku dan depannya. Jarang aku melihat ke depan, makanya aku juga sedang melatihanya, nanti. Lalu, tepat satu langkah aku menginjakan kaki ke atas cat hitam putih itu, Satu kaki yang tidak aku kenal seperti ingin melewati kakiku. Saat aku telusuri sampai ke wajahnya.

.............

Botak. Tersenyum. Dan satu lagi Spiky, sama juga. Mereka tersenyum lebar kepadaku seolah mereka mengenalku. Aku bingung dan tidak ingat, bahkan tidak tahu siapa mereka. Sebentar mereka melihatku sambil tersenyum lebar. Aku hanya membalas senyuman mereka dengan tatapan silau dan bingung. Aku merasa, kecil, aneh. Mereka lalu berjalan melewati aku. Aku pun segera menyebrangi jalanan dan mereka seperti menengok ke arahku saat aku akan menyebrang jalan. Tetap saja mereka tersenyum saat mereka pergi. Apa yang salah denganku? Apakah aku terlalu...rata? Wajah memang menurutku penting, tapi aku sudah terbiasa meratakan wajahku. Haruskah dibelokan sedikit ujungnya? Bisakah?

Aah! Dan satu lagi belum lama terjadi. Seorang yang chat kepadaku, dengan nama ****** dan langsung menyahutiku dengan panggilan seperti yang sudah kenal dekat. Lalu aku hanya menjawab dengan dua tanda tanya, tanda aku tidak tahu siapa dia. Tiba-tiba dia menanyakan namaku, lalu saat aku bertanya namanya tanpa memberi tahu namaku, dia malah menyahutku dengan "salah orang! Nama loe siapa?" Ya, seperti itulah pokoknya. Entah apa aku sedang pikun atau memang dunia menginginkan diriku untuk bisa lebih bergaul? Atau ini semua terkait? Atau apakah salah satu dari kedua orang itu adalah orang yang chat di facebook? Apakah aku benar-benar sudah gila? Apakah aku bermimpi? Kenapa realita terus bertanya kepadaku?

Minggu, 03 Oktober 2010

Pikiranku Berkata Khayalan Realita

Pikirku "kayak makan aja, tiap hari minimal 1x. Padahal sehari itu bentar, masih ada besok. Tapi masih juga."

Kataku "Bosankah? Semoga tidak bosan. Karena aku tiada bosan. Tapi aku ini kan aku, tidak dapat di samakan."

Pikirku "Ya setidaknya langsung aja. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Nanti juga segala usahamu sia-sia. Seberapa sering pun kamu bicara, aku sudah bulatkan tekat."

Kataku "Benarkah? Ini sudut pandangku, bukan siapa-siapa tapi aku. Mungkin orang lain bisa berkata yang beda mengenai itu."

Pikirku "Sudahlah, kamu juga belum jelas, begitu juga aku. Jadi lebih baik sekarang. Dari pada nanti, pasti sudah terlambat."

Kataku "Sebaik itukah? Atau terlalu berlebihankah aku? Aneh. Aku ini juga manusia. Punya batasan diri. Aku tidak bisa langsung begitu saja. Maaf kalau begitu ya."

Seketika itu juga, perkataan pergi merenungkan dirinya menyikapi pikiran yang entah benar atau salah.

Tiba-tiba datanglah khayalan yang membuai perkataan.

Khayalanku "Sudah, semua pasti bisa kau sikapi. Aku sudah bisa melihat kau melakukannya. Ayo, semangat!"

Kataku "Melihat? Kau kira kau bisa membodohiku? Lihatlah realita kawan! Kita tidak hidup di kala semua in-silogisme masih merajalela, kita sudah belajar berpikir! Logika!"

Khayalanku "Haruskah kau menghadapi ini semua tanpa mimpi?"

Perkataan pun berhenti berkata-kata dan diam seribu bahasa.

Khayalanku "Kau terkurung oleh dirimu sendiri! Kau memang bisa melihat orang lain dan menyemangati mereka, tapi tidak dengan dirimu sendiri. Orang lain ada yang mencoba mengulurkan tangan, tapi terkadang kau menyikapinya dengan salah. Aku tahu kau itu manusia, yang tidak bisa lepas dari realita, tapi berharaplah demi kenyataan!"

Kataku "Tapi..."

Khayalanku "Tanyakan saja pada realita."

Setelah itu khayalan meninggalkan perkataan yang bimbang dibuatnya. Diapun pergi mencari realita, tapi tidak dapat menemukannya karena dia tidak memiliki petunjuk. Bahkan saat ia telah menemui realita dan menanyakan realita hidupnya, ia tidak menjawab...