Pikirku "kayak makan aja, tiap hari minimal 1x. Padahal sehari itu bentar, masih ada besok. Tapi masih juga."
Kataku "Bosankah? Semoga tidak bosan. Karena aku tiada bosan. Tapi aku ini kan aku, tidak dapat di samakan."
Pikirku "Ya setidaknya langsung aja. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Nanti juga segala usahamu sia-sia. Seberapa sering pun kamu bicara, aku sudah bulatkan tekat."
Kataku "Benarkah? Ini sudut pandangku, bukan siapa-siapa tapi aku. Mungkin orang lain bisa berkata yang beda mengenai itu."
Pikirku "Sudahlah, kamu juga belum jelas, begitu juga aku. Jadi lebih baik sekarang. Dari pada nanti, pasti sudah terlambat."
Kataku "Sebaik itukah? Atau terlalu berlebihankah aku? Aneh. Aku ini juga manusia. Punya batasan diri. Aku tidak bisa langsung begitu saja. Maaf kalau begitu ya."
Seketika itu juga, perkataan pergi merenungkan dirinya menyikapi pikiran yang entah benar atau salah.
Tiba-tiba datanglah khayalan yang membuai perkataan.
Khayalanku "Sudah, semua pasti bisa kau sikapi. Aku sudah bisa melihat kau melakukannya. Ayo, semangat!"
Kataku "Melihat? Kau kira kau bisa membodohiku? Lihatlah realita kawan! Kita tidak hidup di kala semua in-silogisme masih merajalela, kita sudah belajar berpikir! Logika!"
Khayalanku "Haruskah kau menghadapi ini semua tanpa mimpi?"
Perkataan pun berhenti berkata-kata dan diam seribu bahasa.
Khayalanku "Kau terkurung oleh dirimu sendiri! Kau memang bisa melihat orang lain dan menyemangati mereka, tapi tidak dengan dirimu sendiri. Orang lain ada yang mencoba mengulurkan tangan, tapi terkadang kau menyikapinya dengan salah. Aku tahu kau itu manusia, yang tidak bisa lepas dari realita, tapi berharaplah demi kenyataan!"
Kataku "Tapi..."
Khayalanku "Tanyakan saja pada realita."
Setelah itu khayalan meninggalkan perkataan yang bimbang dibuatnya. Diapun pergi mencari realita, tapi tidak dapat menemukannya karena dia tidak memiliki petunjuk. Bahkan saat ia telah menemui realita dan menanyakan realita hidupnya, ia tidak menjawab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar