Jumat, 30 Juli 2010

Thursday 29-07-2010 09:47 :: Rimba Batin ::

Terlewat satu hari. Terlewat satu mimpi dengan akhir yang aneh. Terlewat suatu kedinginan. Kemarin. Rabu. Siang yang memekakan otak. Dua puluh soal matematika. Hanya mampu mengerjakan beberapa soal saja. Lebih dari sepuluh pun seharusnya sudah bangga. Sulit. Otakku di kuras habis-habisan kemarin. Ya. Namun itu kemarin. Bukan hari ini.

Hari ini rakyat kelas IPA dan IPS bersatu padu seperti dulu. Ya, bernostal-gila dengan semua teman-temang yang sudah sedikit gila. Namun, di pandang dari sisi mana pun, tetap saja hari ini aku merasa senang. Tak seperti dua hari yang lalu. Walau hari ini mandarin mengacaukan pikiran, namun ku kira hasil belajarku akan mengubahnya. Ya, aku yakin. Dan aku akan berteriak jika nilai ujian mandarin yang pertama mendapat nilai merah.

Hari ini pelajaran berkisar inggris, olah raga, mandarin, kewarganegaraan, dan musik. Salah satu pelajaran memang menyehatkan, ada juga yang menakutkan, ada yang membosankan, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang butuh pengorbanan. Pengorbanan yang terjadi akibat pesan yang sembrono pada hari rabu di facebook, kepada guru dan itu memang membuat aku bingung pada awalnya. Namun lega dan santai pada akhirnya. Aahh... Ternyata tidak sembrono itu salah dan membuat buruk seseorang.

Kembali ke kronologis cerita. Pelajaran pertama aku masih biasa-biasa saja. Dan sebelum bel berbunyi, aku menanyakan apa yang terjadi kemarin dengan teman-temanku yang mengikuti lomba debat berbahasa inggris. Aku sempat terpilih namun untunglah aku di "eksekusi". Jadi hanya empat temanku yang ikut lomba dan beberapa pendukungnya yang mau ikut menonton. Walau pun mungkin bukan hanya ingin menonton saja, tapi mungkin saja ingin menghindar dari sesuatu.Ah, biarlah. Waktu hanya berputar sekali. Ini bukan roda.

Ya, selanjutnya pelajaran yang menyehatkan. Olah raga. Saat itu aku masih dalam kondisi yang "siap melakukan apapun!" Masih bisa bermain basket bersama teman-teman lainnya, dan masih bisa bercanda. Materi pun lumayan ringan. Hanya roll depan. Lalu bermain basket sampai lupa diri akan test yang menunggu di akhir pelajaran ini.Untungnya "beberapa massa" memilih untuk belajar selama satu jam terlebih dahulu dan ulangan di jam selanjutnya. Untungnya lagi, dia mau menerimanya. Ulangan berjalan lancar. Lalu di lanjutkan dengan belajar mandarin. Lagi. Karena masih tersisa beberapa menit tentunya. Numun Bentakan yang di lancarkan pada orang yang tak pasti membuat melek mataku yang sudah merem melek. Walau sebentar namun cukup berarti dan membuat semua orang diam dan membaca secara seksama. Takut jatuh korban lagi. Usai mandarin, semua warga kelas beristirahat. Ya, benar-benar beristirahat dari mandarin. Bentakan "lao tse" masih menjadi buah bibir semua warga kelas. Sampai ke meja bundar yang ada di sebelah lapangan sekolah.

Selesai istirahat. Semua kembali ke kelas. Pelajaran Pkn. Ah... Lumayan ringan, namun sedikit membosankan. Jujur, aku bosan mendengarnya. Tapi hanya untuk kali ini. Ya, politik memang sulit untuk di cerna. Politik memang jahat. Poltik Indonesia membutuhkan paling tidak sepertiga dari anggota MPR yang merupakan tikus-tikus kantor. Ya, hanya itu yang aku dapat dari budaya politik orang-orang Indonesia. Heh, Aneh.

Saatnya untuk pengorbanan. Pelajaran musik. Menyenangkan, mengasyikan, namun butuh pengorbanan. Kesalahan pertama adalah pada hari rabu kemarin, aku mengirim pesan tanpa pikir panjang, kepada guru di facebook. Kedua, aku kurang latihan karena ulangan yang mendesakku. Namun kesalahan tidak selamanya membuahkan keburukan. Pertama aku bisa lepas dari tugas itu. Kedua, aku bisa mengerjakan semua tugas di pelajaran lain yang belum selesai. Namun tugas itu juga membawa tugas yang baru. Namun cukup mudah. Hanya mengumpulkan semua lagu yang akan di nyanyikan oleh semua "peserta". Padahal ini hanya menyanyikan dua lagu jazz. Untungnya aku memilih lagu yang mudah, menurutku. Namun menurut guru musikku, Pak Andre, Musik yang dinyanyikan Indra Lesmana, Mimpi dan rumah ketujuh adalah musik yang sulit. Sulit di sini maksudnya sulit memainkan melodinya, dan aku akui kebenarannya. Saat aku bernyayi, pak Andre bisa mendampingiku, namun dengan sedikit sulit. Jadi, lagu itu tidak terdengar baik, Menurutku. Dan di tambah lagi suara fals yang di buat oleh kerongkonganku, hancurlah sudah musik itu.

Bingung bukan kepalang, Pertama kali aku hanya menyanyikan lagu buatan Nat King Cole dengan judul yang sudah pasti kalian sudah tahu, LOVE. Liriknya mudah-mudah saja, "L is for the way you look at me. O is for the only one I see. V is very very, extra-ordinary. E is even more than anyone that you adore...."
Lalu kelanjutannya pun mudah. Hanya empat kalimat disetiap baitnya, nadanya mudah, sudah di kenal, lagunya terkesan sudah lama. Namun, aku bingung. Kenapa banyak sorakan yang meluncur. Aku pun hanya bisa menatap tuts piano tersebut dan jari-jari Bapak Andre Tarore itu menari. Sempat juga aku gugup mengatakan kata dari kalimat itu dan lupa. Namun tetap saja mereka menyoraki. Adakah yang baik dariku?

Ku katakan yang sejujurnya. Memang aku senang mendapat sorakan itu, namun aku bingung. Aku seperti hidup bersama empat belas teman lainnya di dalam hutan rimba. Aku seperti orang yang mengcungkan diri untuk terjun ke dalam lubang penuh duri dan tak terlihat dasarnya. Aku melompat, namun aku selamat. Meski beberapa luka bersarang di tubuhku, aku tetap di jadikan contoh. Memang aku suka dengan lagu jazz, tapi... Aku seperti... Aneh, tak pernah terasa seperti ini. Lagu pertama mungkin berlangsung lancar, namun untuk lagu kedua, pak Andre membutuhkan HPku. Terus terang, saat berjalan untuk mengambil handphone, ada perasaan termotivasi, namun, di dalam situ juga terdapat kata batin yang mengatakan bahwa aku ini tidak pantas. Kepesimisan diriku ini terus menghujam batin ini. Umpamakan bahwa hati ini rimba, Pesimis adalah pohon-pohon menjulang tinggi dan motivasi hanya seperti semak-semak yang ada di bawahnya. Tak lepas dari situ juga rasa malu ada di kupingku. Buktinya, kupingku terasa panas saat aku selesai menyanyi lagu pertama dan kedua. Seperti terpanggang. Entah aku yang malu atau seseorang atau beberapa orang sedang membicarakanku.

Ahh, tolonglah...
Aku bingung mau apa sekarang...
Terkurung dalam kepesimisan tanpa dasar...
Namun, mungkin aku bisa menambah motivasi dan mungkin menurunkan persen kepesimisan...
Hanya saja, perlu waktu...

Rabu, 28 Juli 2010

Wednesday 28-07-2010 01:12 :: Orang ::

Malam. Masih malam. Kantuk ada dalam pikiran. Belum pergi. Masih bergelut di alam mimpi. Ya. Bermimpi...

Aneh. Aku sendiri. Di suatu ruangan. Mirip dengan ruang kelas yang tidak asing lagi. Di situ aku menulis. Entah menulis apa. Yang kulihat, buku itu tetap kosong walaupun sudah di tulis. Lebih aneh lagi, sekelilingku semua terasa putih. Tak ada warna lain. Hanya kursi yang berwarna oranye. Lalu, ku lihat ada dua orang. Ya, dia, Kevin Lie, atau siapa kah itu, yang penting suaranya mirip dengannya, dan... dia? Hah? Nampaknya mereka sedang berbicara. Tak di sadari, bangku yang kududuki beserta mejanya terasa mendekati mereka, walau aku sebenarnya tak mau mencampuri urusan mereka, tapi, kursi ini melekat dan begitu pun mejanya. Ya, mulai terdengar. Masih samar-samar.

"Eh tahu ga...."

"Ah, masa?..."

Tidak jelas, namun... Aneh. Kejanggalan. Dia, secara langsung, tegas mengungkapkan isi otaknya. Dia katakan sejujurnya, dan aku yang mau meninggalkan itu tak bisa berbuat apa-apa. Tanganku tetap terhipnotis utuk menulis. Mulutku seperti di lem. Badanku seperti batu, tak dapat bergerak. Hanya telingaku yang mendengar atas perbincangan mereka. Sungguh aneh... Janggal. Lalu datang lagi banyak orang. Namun, semakin banyak, mejaku semakin menjauh. Menjauh. Pandanganku kembali putih. Semakin putih. Nihil. Kosong melompong. Aku pun akhirnya bisa berdiri. Sesaat setelah aku berdiri, maja, bangku dan segala isinya mulai menghilang. Memudar. Dan hilang. Tinggala aku sendiri di ruangan putih itu. Terdiam. Sepi. Dan seperti kabut. Pandanganku semakin kabur. Semakin hitam... Dan tiba-tiba aku membuka mata. Namun, ini semua hanya mimpi. Aku pun hanya membuka mata di alam mimpi. Namun semua terasa mirip! Sama seperti kamarku! Berantakan, penuh dengan buku pelajaran, kertas-kertas dan kartu yang berserakan.

Aku pun turun ke bawah. Menuju meja makan namun... Semua yang ada di meja makan... Hilang. Hanya tersisa mejanya saja. Aneh. Gilakah aku? Beberapa detik kemudian, aku mulai berjalan ke luar rumah. Tak sadar, aku sudah memakai baju seragam. Sinting... Lalu saat aku maju lagi dan mengedipkan kedua mataku, aku terasa sedang duduk di pojok ruangan kelas. Sama seperti biasanya. Namun, kelas terasa kosong. Hanya ada aku dan satu orang yang tidak aku kenal. Tidak jelas kelihatannya orang itu. Dia seperti aku. mengenakan baju seragam yang sama, dan tinggi yang bila di perkirakan sama, dan hanya berbeda di rambutnya saja. Mungkin rabbutku seperti orang yang habis terkena kerusuhan, namun dia sangat rapi.

Tak berapa lama aku menunggu sambil memperhatikan orang itu yang sedang duduk, tegap, sambil menatap lurus ke depan. Seseorang kembali masuk ke dalam kelas. Dia... Aku sepertinya mengenalnya. Mulutku terasa ingin bicara sesuatu, namun tak sampai keluar. Dia... Memakai baju kuning, dengan rok abu-abu kalau tidak salah. rambut sepanjang bahu. Mungkin lebih panjang sedikit. Dia... Berkacamata, tak terlalu tinggi dan tak terlalu pendek menurutku. Sekitar leherku lah tingginya. Dan dia seperti orang kebingungan. Menengok ke kiri dan ke kanan. Seraya aku melihat orang yang baru masuk, Orang yang mirip denganku juga menengoknya. Bingung tujuh keliling...

Dia seperti orang yang aku kenal. Ya, dia yang baru masuk itu. Dia duduk di bangku bagian tengah. Aku terasa mengingat seseorang, namun... Apa benar? Tiba-tiba saja tubuhku berdiri. Sebuah kalimat ingin keluar dari mulutku.

"Kamu ..."

Namun kata itu di potong oleh teriakan panjang nan nyaring!

"OOoooooyyy!!!"

A..apa yang terjadi kali ini?!

Selasa, 27 Juli 2010

Tuesday 27-07-2010 17:48 :: Lirih Orang Pojokan ::

Selasa. Lagi. Terbangun dari mimpi. Dari malam yang dingin. Menuju pagi yang kembali dinginkan suasana. Terasa dingin. Ya. semuanya. Kulitku, kasurku, otakku, sampai hatiku, terasa dingin. Bangun pun di selimuti kedinginan jiwa dan raga. Aktifitas ppagi hari pun berlangsung lumrah. Terasa biasa, namun dingin. Memang setiap hari adalah es bagiku, namun hari ini terasa lebih dingin. Kaku.

Kembali ke sekolah di pagi hari yang tak terlalu pagi dan tak sepagi pagi yang sebelumnya. Dingin masih terasa. Merujuk ke dalam tulang. Tapi, biarlah dingin merasuk. Asal jangan mengubah lajur pikiran yang sedang tak beriak ini. Semua berlangsung...dingin. Di awali oleh nuansa dingin yang tak begitu menampakan keceriaan, namun di selingi oleh 45 menit kesenangan, atau paling tidak ada beberapa senyum di wajah mereka. Tapi itu semua berlalu saat bel istirahat berdering keras. Hujan pun menambah semarak kedinginanku. Diam di kelas, sendiri. Lagi. Hanya bisa memandangi keseluruhan kelas yang diisi oleh kehampaan kursi-kursi. Hanya bisa memandangi orang-orang yang pergi meninggalkan kelas, mondar-mandir di dalam kelas, dan akhirnya kelas pun kosong dan hanya diisi oleh aku seorang. Hanya ditemani rempukan air hujan dan riuh ricuhnya suara gemuruh mereka yang mengisi telingaku ini. Sedangkan nasi goreng yang sudah dingin terus datang ke dalam mulutku.

Semua terasa semakin dingin. Pelajaran selanjutnya mungkin ampang di cerna namun cukup membosankan. Beberapa pelajaran lainnya sangat sulit untuk di cerna, membuat sakit hati, dan memusingkan dan tentu saja membuat otak dingin ini terpaksa berputar lebih kencang. Namun betapa kencangnya putaran ini, dingin ini tetap tidur dalam kemelud otakku. Ya. Diam kembali menghampiri, dan dingin semakin melingkupiku.

Terserahlah apa kata orang. Aku tetaplah aku. Seorang Devlin Bataric yang berkaca mata, dengan tinggi lebih dari 170cm ,dan yang sedang mengetik di blogger pada jam yang tertera di judul. Dengan baju berwarna hitam dan berlengan oranye, dan celana batik pemberian ibu Ira yang sudah meninggalkan anak-anak didiknya di Sukabumi, sendiri ... :( Ah, sudahlah. Yang berlalu sudah berlalu, yang diperlukan adalah sekarang. Sekarang yang aku perlukan adalah merubah pola pikirku! Aku tidak mau hidup dalam kabut! Aku tidak mau karena aku pernah merasakan sendiri. Kabut. Putih. Dingin. Hanya membuat aku merinding. Mengingat diriku. Bagai... Terbang. Hanya dapat ku rasakan perasaan-perasaan kelabu di dalam diriku pada waktu itu. Tepatnya, pada hari itu juga. Pulang sekolah. Putih, tebal, namun dingin. Diam. Hanya itu yang teringat dalam benak. Hanya duduk di ujung lantai dekat lapangan sambil menatap lurus ke depan. Ke arah kabut itu.

Lirih. Teringat juga judul lagu yang dinyanyikan almarhum Crisye. Tersirat beberapa kepadihan yang entah dari mana asalnya aku rasakan. Semuanya terasa putih. Beberapa bagian dalam hatiku berwarna kelabu. Dan sebagian lagi, hitam. Hah... Putih. Kelabu. Hitam. tiga warna yang melambangkan kepribadian seseorang. Terkadang memang mengkoreksi diri membuat wetiga warna bisa menunjukan kadarnya masing-masing. Aku? Masih banyak hitam dan kelabu dalam sifat, kelakuan, perilaku, dan perbuatanku. Kepada adik sendiri saja masih kasar. Aduh, sungguh memalukan. Dan mungkin mati lampu saat ingin mengerjakan tugas kelompok yang membuat nafsu amarah turun dari otak ke mulut.

Ya, sudahlah...

Mungkin semua akan berlangsung sesuai rekaman Sang Khalik...
Aku hanya bisa menjalaninya...
Tanpa tahu...
Jalan kerikil di hari depan...

Senin, 26 Juli 2010

Monday 26-07-2010 20:30 :: Gemuruh Pagi ::

Senin. Hari upacara. Hari sibuk. Hari kerja. Hari bingung. Hari pusing. Hari ujian. Hari pekerjaan. Hari neraka.

Semua terasa begitu saja masuk dan keluar menghempas jati ragaku ini. Namun memang, tak bisa kupungkiri bahwa hari ini memang sepi dan hanya membuat pusing di saat rembulan tunjukan sinarnya saja. Bukan oleh sebab apapun, tapi sebuah tugas. Atau lebih tepatnya tugas yang dikejar-kejar kerjanya sehingga aku terpaksa SKJ. Namun, namanya tugas tak akan menyurutkan semangatku untuk mengutarakan tulisan ini...

Pagi. Dingin. Angin yang halus laksana deburan ombak hampiri tanganku. Mengelus kulitku bak kucing di pangkuan majikan. Terkantuk-kantuklah aku. Sendiri. Bangun. Dengan mata berkedip-kedip seperti lampu 10 watt yang sudah remang-remang. Namun saat bunyi alarm berbunyi, mata pun membelalak seperti senter. Teringat akan hari, melompatlah aku ke kayu rumahku, turuni kasurku yang penuh kesenangan dunia mimpi. Mimpi hanya menjadi abu, dan abu takkan bisa di makan. Jadi, tinggalkan saja semua yang sudah berlalu.

Semua sudah siap sedia. Pagi pun sudah bangun dari lelapnya. Bagitu pun aku yang tak mau kalah langsung pergi menuju tujuan dan tanpa basa-basi meminta uang jajan untuk makan di sekolah. Sampai di sekolah. Sepi. Kosong. Nihil. Eh, tidak, tidak. Ada dia, Toto! Ya, baguslah. aku bisa bercengkrama sambil bertukar pikiran walau hanya untuk sesaat. Namun sesaat memang tak terasa. Perginya waktu tak dapat di tarik kembali. Akhirnya semua sudah masuk, dan kembali seperti dulu. Duduk. Diam. Mengantuk. Tidur setengah melek.

Benar saja. Belum satu jam berlalu, kantukku mulai menyerang lagi. Kepala mulai mengangguk-angguk seperti orang yang sedang mabuk. Namun ku paksakan untuk menyimak apa yang terdengar, membaca apa saja yang bisa di baca, dan mencorat-coret kertas buram yang ada. Untung saja satu lembar kertas buram hasil coretan pada minggu yang lalu membuat kepalaku sedikit tak jenuh. Walau pun sedikit, itu masih berarti dari pada tidak sama sekali.

Hari-hari berjalan lambat. Pendingin ruangan benar-benar menjalankan tuugasnya dengan sangat baik, yaitu sebagai pembius dan membuat pelajaran fisika seperti dongeng waktu malam. Tertunduklah kepalaku ini yang semakin ringan ditindih kantuk. Untung saja kemarin sempat membaca satu halaman yang penuh dengan rumus mematikan itu. Jadi, bergunalah penjelasan itu sebagai bumbu-bumbu penambah lelap kantukku. Namun tetap, pelajaran itu jelas, namun tidak secerah lampu neon di kelasku. Aku pun seperti para tikus-tikus kantor yang mencuri waktu di kantor unntuk tidur. Saat bos keluar, kepala terbanting ke meja. Walau tak terdengar suara dengkuran atau apapun itu, terasa nyenyak pejaman mata itu. Sebentar tapi berarti.

Bel tanda kemerdekaan berbunyi. Bel tanda lapar pun ikut berbunyi. saatnya makan. Semua berhamburan keluar, dengan sopan. Tidak seperti orang yang sedang rebutan minyak atau qurban. Ya. Aku tertinggal sendiri di kelas. Membuka kotak makananku. Dan mulai melahap sedikit demi sedikit. Tidak tergesa-gesa. Yuri, temanku. Duduk di bangku paling depan, walau tidak sebarisan denganku, dia meminta tolong menjaga kotak makanannya. Ya, sudahlah. Hanya melihat saja sudah masuk dalam kategori menjaga. Ingatanku jadi teringat akan trauma PS2 di jalan A.Yani itu. Pencurian keji dari pencuri tak berperikemanusiaan dan berperikeadilan, serta pergerakan di dalam hukum pun seharusnya bertindak! Memang hanya milikku yang di curi tapi kerugian yang kutanggung. Ah, sudahlah... Jangan di ungkit-ungkit lagi. Syukur sudah ada komputer. Mindsetku harus di ubah. Sekarang. Lanjut, ya, aku kembali menyantap sarapan pagiku yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Sampai bel tanda algojo akan datang, tiada yang menarik. Semua berlangsung seperti biasa. Diam. Sepi. Satu "geng" yang sedang berbincang-bincang tentang permainan yang menghipnotis mereka. Dan... Ya, begitulah. Semua kosong. Nihil. Aku hanya bisa diam, mondar-mandir di kelas bagian belakang, sampai akhirnya kembali ke pojok ruangan kelas. Jauh dari pintu.

Sampai di akhir hari belajar. Semua berjalan biasa. Hanya mobil yang berwarna cokelat muda yang lewat di depan SMPK. Dan mungkin, segalanya berlangsung seperti biasanya. Bola mata yang terus mengitari ruangan kelas pun sudah menjadi kebiasaan yang membuat bingung diri sendiri. Hanya pekerjaan rumah yang membuat pusing sampai akhirnya selesai juga, walau pun kurang memuaskan, tapi... Ya, tak apalah...

Yang penting hari sudah berlalu, biarlah aku berfikir lagi untuk merubah mindsetku yang terlalu aneh ini...

Coz' this freak want to break the "Freak" from its name...

Jumat, 23 Juli 2010

Berlalu

Kantong kresek penuh bimbang...
Kian koyak diisi duka...
Kian lusuh di basuh bingung...
Kian hitam bermuram muka...

Seonggok kekedapan cahaya...
Mengodok semua isi kantong kresek hitam penuh emosi...
Menghantarkan kedinginan fisik yang berujung flu...
Berat...

Kian bingung, kian bimbang...
Apakah hitam akan memudar...
Akankah putih menghitam...
Atau memunculkan keabu-abuan...

Setelah berpikir dengan bingung...
Dengan segala akal sakitku...
Semua pun berlanjut...
Bisu?

Ya, tapi ya? Benar? Tidak?
Hilang kesadaranku...
Dalam alam mimpiku...
Ingat akan bintang yang berkedip...
Namun hilang saat bintang itu bersinar...
Diriku seperti hantu...
Bayangan tak tersentuh...
Khayalan terabaikan...

It's all going down...
Down into the path...

Everyone got their path...
Everyone got their paradigm...
Everyone got their "Ever in one"...
They must be...
Yes, it was a must...

Kamis, 15 Juli 2010

Maksud Dari Kisah...

Sudah cukup semua bayangan fana dalam otak tidak sadarku
Dalam pikiran yang beretorikaria
Memikirkan euphoria dalam menjalani mimpi
Tanpa mengetahui bahwa kesadaran mungkin dapat menghidupkan kecemasan dalam batin


Semua mungkin harus kupikir secara logis
Lihat segala fakta
Beberkan diri dalam hati
Benahkan jiwa dalam raga
Karena khilaf
Karena lalai
Karena ceroboh


Bongkar penindasan dalam otak
Runtuhkan bingung yang menganga
Tikam mulut sampai tak bersuara
Dan terwujud senyap yang sunyi


Biru pun nampak diam
Enggan bergeming tiada bergerak
Tanpa berpindah tanpa bersuara
Namun tetap terasa sampai ke dada


Harus diam?
Salah kaprah?
Atau...
Salah kisah?

Rabu, 07 Juli 2010

About this minute I tell this..(?)

Sh*t man...
Why should I say that suckin' word to u all? Coz' I'm got something to tell to ,u or u're friends, or u're human relation, or your "something", or anyone.

Yeah, D*mn at this brain, I can't think anything again. But, luckily, I still can think about those (13) rubiks, the soccer (that will held in 9 July 2010), and about her. But, something break me down. How can they not reply my message? In 1 day. FULL! Can you believe it? I must live (only 1 day), without computer, PS2, Hand phone, or even PS1! You gotta be kidding me. I cannot hear a "Waka-waka e~e" from my hand phone, I cannot see her name in my hand phone, my charger are broke, and...

Oh, well, enough for this sucking day in my life. But, maybe I got something to learn from this problem.
Don't even trust to electronic?
 Or...
Life is never flat?
Or...
 Rubik make brain washed?
Ah... Never mind... This brainstorm really make my brain in storm...

But, I got some fun experience with my brother (in my mother's law). I got (or buy or wasting money) a new shoe (pair of shoe I mean), 2 new rubiks (Square king and rubik like rubik twist but the part is cube), a key chain, and 2 DVD PS2...

But, still... I can't let my brain not thinking about my hand phone. My hand phone and something inside it. You now, something secret about it and I won't tell you about it. OK, just that and my brain gonna explode, so, thanks, and good bye. Make your day better than me, nor my brain, OK?