Selasa, 31 Agustus 2010

Jawaban(kah?)

Kemarin-kemarin aku sempat cerita soal mimpi anehku. Biar aku bocorkan sedikit;


  • Di dalam mimpiku, adik kelasku ingin meminjan Headsetku;
  • Aku sempat pergi dengan saudaraku dari Jakarta, dan adik kelasku;
  • Dia akan mengembalikannya pada hari selasa.
Sedikit tentang adik kelasku, dia bernama Sakti. Entah ada apa itu, tapi "Sakti" adalah nama akhir dari vihara tempat aku beribadah. Namanya "Vihara Widhi Sakti". Apakah ada kaitannya? Lalu sekarang hari selasa, dan aku sempat dibilang "tuli" oleh Asyer. Aku memang tak mendengar jelas panggilan dari guru, tapi apakah itu arti dari headset di pulangkan hari selasa? Lalu, aku tidak ingat dan tidak tahu bahwa aku punya ikatan darah dengannya. Sungguh aneh. Ada beberapa yang terjawab, ada juga yang tidak. Ah, sudahlah...
Sekitar 25 kasur sudah aku bawa dari lantai dasar, ke lantai satu dan satu tingkat di atas lantai satu. Capek aku rasakan, saat ini. Aku tidak mau memikirkanya, namun ada lagi satu misteri yang aku dapat dari hari senin lalu. 

"Aku adalah orang yang sulit di tebak...
Aku terbuka, namun hanya diluarnya saja...
Sebenarnya aku orang yang sangat tertutup"

Apakah yang aku bingung dan aku kira tidak akan terjadi harus terjadi?
Apakah semua yang sudah tertutup-tutupi dan sengaja dibuka supaya terlihat tertutup kini semakin munutup pintunya?
Semua sungguh bingung...
Andai aku mendapat petunjuk dari mimpiku yang akan datang...

Sabtu, 28 Agustus 2010

Mimpi Lagi : Berkumpul Bersama...

Malam itu...
Aku merasa dingin...
Kakiku menggigil...
Tanganku dengan gemetar memegang selimut dan semakin lama aku semakin terlelap...

Jauh di dalam sana...


Mulailah aku muncul dengan piyama. Berjalan menuruni tangga dan menemui kedua orangtuaku yang sedang membereskan meja. Ada apakah gerangan? Aku tidak tahu kalau ada orang penting yang akan mengunjungi rumahku! Padahal mereka biasa memberi tahukanku kalau ada saudara, atau siapapun yang akan datang. Tapi mereka sepertinya tidak sempat memberi tahukanku. Tidak sempat? Aku bahkan bermain sampai larut malam karena tidak bisa membalas pesan dari semua temanku, dan juga tidak bisa mengirimkan pesan untuk temanku. Jadi, lupakah mereka?

Aku mulai melakukan aktifitasku seperti biasa. Mandi, lalu aku pergi ke depan. Entah mengapa yang aku temukan adik kelasku. Aku pun mulai menyadari bahwa ini hanya mimpi. Tapi benarkah? Tidak biasanya aku bermimpi sepanjang ini. Ini hampir seperti permainan berjenis RPG yang lama ditamatkan. Aku mulai mengikutinya masuk ke dalam rumahku dan secara tidak sengaja, aku melupakan hampir semua yang terjadi setelahnya. :P

Yang aku ingat lagi, setelah aku berpindah tempat dalam sekejap menuju tempat yang sepertinya familiar dengan ingatanku namun aku lupa dan tidka tahu tempat apakah itu. Lalu adik kelasku itu masuk ke dalam mobil bersamaku dan secara tiba-tiba ada lagi saudaraku dari Jakarta, sudah menunggu di dalam mobil itu! Anehkah? Ya. Di dalam perjalanan menuju antah berantah, adik kelasku ingin meminjam headsetku dan aku memperbolehkannya. Dia tampaknya sangat bingung dan... Aku tidak bisa menggambarkan muka laki-laki itu, tapi yang penting dia akan mengembaliknanya pada hari Selasa. Beberapa saat setelahnya aku mulai bisa merasakan kakiku yang asli. Dan mulai memutuskan untuk membuka mata dan minum segelas air putih untuk menyejukan tenggorokanku.


Apa sebenarnya arti mimpi ini?
Apa yang akan terjadi pada hari selasa?
Apa hubungannya antara adik kelasku, saudara dari Jakarta, dan aku?
Apa ada yang bisa jelaskan?

Rabu, 25 Agustus 2010

Hari ini, tanggal 25 Agustus...

Baru kali ini aku mendapat sesuatu yang sangat, amat, membingungkan sekaligus menyenangkan. Namun aku tak tahu kelanjutan dari malamnya. Senangkah? Tidakkah? Atau rata seperti biasa? :| Hanya handphone, otak, dan tv yang dapat mmembuat segalanya berubah. Oh, ya. Tak ketinggalan, hari ini aku memiliki tugas yang sungguh, amat, banyak, sekali. Tapi, untunglah ada kontak dengan barang elektronik yang satu ini. Ya, komputer. Hehe... :P

Ya, biar di jelaskan. Hari ini aku dinobatkan menjadi ketua yang membuat tanggung jawabku semakin besar, selain presentasi Olah raga yang diserahkan kepadaku untuk di proses dan kedua ulangan mematikan, yaitu Pkn dan Mandarin. (Owh, man... Mandarin... T_T) Tidak lupa juga tugas musik yang menguji keberanian semuanya. Sungguh memalukan, menirukan "Keong Racun" memang absolutly, very very disgusting! Benar-benar "homo disgustingus" kalau aku harus memperagakannya. Tapi kalau sudah menyangkut popularitas, uang, dan segala rupa yang seperti itu, aku baru mau... :P

Ya, tapi siang itu benar-benar. Aneh bin ajaib. Permainan yang mengasah konsentrasi! Kau harus menulis 1-30 selagi satu temanmu mengganggumu dengan mengatakan bilangan-bilangan (bulat dan cacah) dan kamu harus menjawabnya dengan satu bilangan setelahnya. Mereka hanya mengatakan "Satu!" lalu temannya menjawab "Dua." sambil menulis angka satu, dan seterusnya. Setelah aku tahu bahwa angka yang disebutkan tidak usah berurutan. Terbesit satu otak miring yang membuat gila. Awalnya biasa saja. Aku dan Asyer, sedang bermain demikian. Aku yang mengganggu (karena otakku berpikir dengan konsentrasi yang tidak sebesar dia :P) dan dia yang menuliskan 1-30.

"Satu!"
   "Dua." Sahutnya sambil menulis angka satu.
"Tiga!"
   "Empat."
"Lima!"
   "Enam."

Keadaan yang kuno itu berakhir dengan tercapainya angka tiga dan nol di akhir permainan. Namun saat aku mendengarkan dan melihat langsung perjuangan salah satu temanku (Carlos) yang diganggu oleh Ronny. Beginilah kira-kira dialognya...

"Dua tujuh!" Teriak Ronny.
   "Dua delapan!" Teriak Carlos
"Tujuh tiga!"
   "Ehh, Tujuh empat!"
"Tiga puluh!"
   "Tiga satu!"

Dan bilangan-bilangan acak itupun terlontarkan begitu saja di depan kuping Carlos (Yang sepertinya sudah panas karena diteriaki). Aku pun mulai berpikir untuk memiringkan situasi.

"Syer! Lagi yu!" Kataku dengan penuh semangat.
   "Hayu jah!" dengan nada sedikit menantang.
"Yuk, satu, dua, tiga! Satu!"
   "Dua!"
"Tiga!"
   "Empat!"
"Sembilan!"
   "Se... Loh, bukannya harus berurutan ya?" Tanyanya bingung.
"Boleh, wong si Ronny aja begitu."
   "Oh, ya udah."
"Tujuh!"
  "Delapan!"
"Dua puluh!"
   "Ehh... Dua satu!"
"Akar sembilan!"
   "Ehh..."

Dia berpikir sebentar dan akhirnya mengatakan, "Hah? Koq pake akar!?"
Tertawalah dia terbahak-bahak. Kami yang tertawa. Dimulai dengan hanya akar. Lalu mulai terlibatlah minus, lalu perkalian, penjumlahan sampai akhirnya terciptalah suatu permainan matematika yang paling aneh di sini. Sampai-sampai perutku sakit karena tertawa terlalu sering pada saat itu. Aduh, memang hari yang aneh. Lucu, namun sekarang apa lagi yang akan terjadi yaa...

Minggu, 22 Agustus 2010

Aku...

Aku...
Seorang laki-laki berwajah besi...
Rata, datar, tanpa ekspresi...
rata-rata seperti itu, namun itu hanya topeng...

Aku...
Seorang laki-laki penakut...
Hanya bisa di belakang panggung...
Seorang yang tidak berani melihat ke depan...

Aku...
Seorang laki-laki pemalas...
Hanya terpaku pada obsesi...
Walau obsesi itu bisa saja menjatuhkanku...

Aku...
Seorang manusia...
Memiliki banyak kekurangan...
Tak bisa di pungkiri, aku memang bukan pilihan...
Namun aku ingin di pilih...
Obsesi...

Aku...
Seonggok debu...
Tak mampu bertindak di depan...
Hanya bisa di injak-injak...
Hanya bisa bicara, tanpa perbuatan...

Aku...
Ingin kutuliskan semua ini ke dalam satu buku...
Aku, sungguh aku tidak mengerti siapa aku ini...
Apakah aku ini dapat mengeluarkan "Aku"nya diriku?
Atau hanya akan terjadi di belakang saja?
Ingin benar kutuliskan semua pertanyaan ini...
Dan ingin aku beretorika...
Hanya aku, "Aku", dan pikiran obsesiku...
Tanpa suatu realita...
Aku dapat berpikir dengan "Aku" dan obsesiku...

Namun...
Dapatkah semua terwujud?
Dapatkah semua menjadi terbuka?
Atau dapatkah aku sendiri yang membukanya?
Ataukah "Aku" yang membukanya?
Ataukah obsesi?

Semua sungguh aneh...
Sampai pada tiap kesempatan, aku hanya bisa diam...
Hanya bisa menutup mulut, tak bergeming, dan tak bergerak sedikit pun...
Hanya bisa menatap dinding putih dengan pikiran yang melayang-layang...

Hah, apakah aku dapan menjadi "Aku"?

Rabu, 18 Agustus 2010

Wherever I May Go, Whatever I May Do...

Some times, we can see other people...
Happy, sad, mad, or maybe disappointed...
Wherever I may go, I see their face...
Whatever I may do, they may not change their face...
Am I wrong?
Am I...

Some times, I'm just thinking...
Look at the man in the mirror...
He look at me, saying the word to make me down...
But, it only in my mind...
Wherever I may go, I can still look at those horn...
Whatever I may do, I can still feel those feeling...
Am I gone crazy?
Am I just can't...

I just... just... can't stop thinking...
But my mind is not allow me to do that...
Thing that I usually do...
It's good? Or bad?
.......My bad?......
Maybe...
I'm still thinking of It...
If I can do it...
If I can talk it loud...
If I can see it clearly...
Wherever I may go, I just think of it...
Whatever I may do, I just can't feel it...
My bad....
I can't feel it, but believe...
Maybe...

Kamis, 12 Agustus 2010

Selesai

Selamat menikmati...
Hari penuh sial, namun penuh makna...
Hari penuh sesak, namun penuh arti...
Hari penuh emosi dan penuh misteri...
Misteri?
Setiap hari adalah misteri!
Esok adalah misteri!
Nanti adalah misteri!
Tak ada yang pasti...
Namun untuk hari ini...
Selesai...

Selamat merenungi...
Semua yang telah terjadi...
Semua luka, tapi suka...
Semua duka, tapi terselip canda...
Semua mata air dari air mata...
Air mata?
Kapan aku mengeluarkannya?
Air mataku terus di simpan...
Dan terus mengering...
Terus dan terus berlanjut...
Sampai semua ini berakhir...
Selesai...

Selamat menghidupi...
Jalani jalan berliku nan penuh cobaan...
Jalani hidup di jalan retak yang penuh misteri...
Jalani duka dalam suka...
Jalani semua dalam harapan...
Biar tak berwujud, namun akan terwujud...
Namun itu semua hanya akan terjadi...
Bukan pasti terjadi...
Sebab di dunia ini...
Tak ada yang pasti...
Tak ada yang sempurna...
Karena yang sempurna hanya Sang Khalik...
Tuhan setiap agama...
Dan semua akan kembali lenyap...
Kosong kembali, nihil...
Selesai...

Ya, semua akan berakhir...
Aku takkan bisa lagi berkata...
Takkan bisa lagi bergolek...
Diam dan menunggu akhir dunia...
Sobek saja kertas itu...
Mungkin aku tidak memerlukannya...
Hari ini...
Mungkin tahun depan aku merindukan kertas itu...
Mungkin masih bisa terlihat kusamnya...
Namun...
Akankah...
...selesai?

Please take the meaning and don't copy this to your mind
Because this only one?

Senin, 09 Agustus 2010

Saturday 07-08-2010 16:53 :: Karena Aku... ::

Aku tak tahu harus berkata apa...
Aku tak tahu harus menulis apa...
Aku tak sadar akan diriku yang hampa...
Aku selalu begitu...
Ya, selalu saja diam...
Sungguh...
Aku tidak bisa menyangkal...
Aku tidak bisa menghindar...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Inilah akhirnya...
Aku akan mengeluarkannya...
Memuntahkan semua itu...
Walau dalam keadaan yang memusingkan...
Aku kira ini begitu singkat...
Aku kira ini begitu penuh dengan perdebatan...
Antara batin dan raga...
Namun inilah yang akhirnya akan kulakukan...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Tolonglah aku...
Berilah aku sedikit ruang...
Namun jangan berikan aku juga...
Biarlah ruang itu menyusut...
Tapi janganlah terlalu kecil...
Tapi...
Aku bingung mau berbuat apa...
Bak gunung pasir di padang gurun...
Tak menetap selamanya...

Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...


Biarlah aku bimbang...
Biarlah aku bingung...
Biarlah aku menunggu...
Membuat semua terasa tak bersedu...
Karena isak tangis hanya di hati...
Canda tawa hanya di tangan...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Tak berukir tawa, tak berurai tangis...
Tak berpaku benci, tak terpikir senang...
Hanya terlintas sebuah kata, selalu menghasut jiwa...
Yang sudah lusuh dan terbesit kaku oleh diri sendiri...
Kiranya aku mengerti apa yang aku bicarakan...
Kiranya dia mengerti yang aku impikan...
Kiranya aku dapat terima segalanya...
Karena aku...
Ya, aku...
Kali ini...
Aku adalah diriku yang baru...
End of Journal 

Jumat, 06 Agustus 2010

Friday 06-08-2010 19:26 :: Jembatan Kenyataan dan Mimpi ::

Hari ini. Aku lupakan semua. Hanya ingin lupakan semua. Menunggu semua. Hanya untuk aku. Dan hanya untuk alasan tersendiri aku tinggalkan memori yang baru terjadi ini. Aku inin berkhayal. Membuka satu buku hitam yang kusam. Penuh khayalan dan omong kosongku yang terpendam di dalamnya. Tak pernah terungkap. Hanya terarsip dalam rak baju dan terabaikan. Baru aku membukanya malam ini. Sebelum aku membuka komputer ini. Di mulai dari 26 Februari 2010. Ya, saat itu aku masih ingat. Hari-hari mudaku yang belum lama terjadi. Berpapasan, baik dengan ketiga preman, ataupun engannya di hujan yang dingin. Aku masih ingat penampilannya. Dengan payung dan jaket putih. Kalau aku tidak salah, itu pakaiannya saat itu. Pernah juga aku salah lihat. Padahal Cianjur dan Sukabumi berbeda. Tapi dia terasa ada di situ. Hanya sebuah halusinasi. Hah, dulu. Ya, pertama kali aku mulai menulis buku hitam itu. Saat aku selesai membaca buku "Botchan" dari halaman yang sudah aku tandai, 129. Lalu aku mulai menulis tentang perjalanan pendekku selama kurang lebih satu minggu. Mengoceh tentang polusi, lapak-lapak yang digusur oleh pak polisi, obsesiku, dan "terangku". Aku ingat aku menulis hanya untuk sekedar... Melimpahkan isi hati? Mungkin. Tapi, lepas dari beberapa bab yang aku tulis, beberapa di antaranya menyiratkan isi hati, pikiran, opini, dan aspirasiku. Munkin tak banyak, tapi tersimpan juga kode di dalamnya.

Ingin aku melakukannya, namun aku tak sanggup. Aku membatu. Sama seperti di kediamanku, pojok ruang kelas. Aku kedinginan. Membeku. Terserah aku mau tidur atau apapun juga. Tempat yang strategis, namun terasingkan. Tak ada yang dekat, namun jika kelas IPS datang, semua kursi penuh dan aku mendapatkan teman bicara yang lumayan baik. Asyer. Yah, beberapa pemikiranku biasanya berakar dari diamnya aku di pojok ruangan atau terabaikannya diriku yang membuat aku bisa memperhatikan dan berkonsentrasi dengan lebih dalam. Walaupun aku jberpikir tidak sekeras Aristoteles, Plato, atau beberapa pemikir internasional lainnya, tapi paling tidak aku bisa mendapatkan apa yang diajarkan.

Terang saja. Sekarang ini aku menulis karena merasa sepi. Tak ada yang mau aku kerjakan. Semua sepertinya membosankan. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Jadi, mengetik saja yang bisa dan mau aku lakukan. Hah. Semua tak seperti yang dulu. Mungkin Dian Piesesha yang menyanyikan lagu "Tak Ingin Sendiri" menyatakan bahwa dia masih seperti yang dulu, tapi Devlin Bataric menyatakan bahwa aku tidak seperti yang dulu. Adakah aku masih seperti yang dulu? Aku sudah berubah, sepertinya. Aku sudah berubah berkali-kali. Dari diriku yang selalu mengobsesikan diriku kepada video making, video editing, rubik solving, card playing, sampai sekarang. Blogging. Tapi ada yang berbeda dari dulu dan sekarang. Menulis. Aku merasa dulu aku jarang menulis, tapi, aku merasa aku harus menulis untuk melimpahakn segala isi hatiku, duka lara, dan suka nestapaku ini. dan untuk kedua kalinya aku mengatakan bahwa aku sudah berubah. Akankah aku menyatakan diriku ini berubah lagi? Pasti, suatu saat nanti aku menyatakan itu. Namun tak tahu kapan aku akan menyatakan itu. Jadi, dari itu-itu yang membuat hatiku selalu itu-itu saja, terpikir selalu itu. Itu, itu dan itu. Sungguh membuat candu. Oh, Tuhan... Apakah sukma ini dapat berpindah haluan? Aku pun mungkin akan sependapat dengan Syaharani dengan lagunya, "Tersiksa Lagi" yang mengatakan bahwa dimana lagi aku dapat menemukanmu? Di mana lagi aku harus mencari?

Hah, aku pusing tujuh keliling. Mangapa sekarnag bisa begini? Mengapa harus tersiksa lagi? Mungkin akan sekejap saja, tapi... Ya biarlah. Nanti juga akan berpisah. Walau pasti sulit untuk melepaskannya, tapi... Waktu akan memisahkan. Bunga tak akan selamanya dihinggapi sang kumbang. Sehingga sang bunga harus di hinggapi oleh kumbang lainnya. Tak tahu apakah kumbang itu kembali lagi dan dapat hinggap atau mungkin hanya membuatnya berputar-putar saja di atas mahkota bunga itu.

Hah...
Semua ini seperti mimpi...
Tak bisa aku bedakan...
Mimpi yang sukar di terima...
Atau kenyataan yang lebih aneh dari mimpiku...

Dapatkan berlabuh didaratan tak berpeluh?
Dapatkah mencandu dalam dirimu?
Bisakah menghampiri untuk mengakhiri?
Hanya waktu, pikiran, Kenyataan, dan banyaknya mahkota bunga yang dapat menentukan mimpi...

Ya, mimpiku...

Kamis, 05 Agustus 2010

Thursday 05-08-2010 18:50 :: Fiskal yang Belum Terbayarkan ::

Kemarin sudah marah-marah tak karuan seperti cacing kepanasan yang sedang di tekan oleh jari kepalanya. Sudahlah. Malamnya aku sudah putuskan untuk jangan menyerah dan memang pengharapanku memang masih ada. Ayahku pun sebenarnya mendukung untuk di adakannya teater lagi. Kira-kira begini kritikannya

"Memang bagaimana itu? Sudah bagus ada plusnya yaitu dibidang teater, sekarang mau di ganti begitu saja? Memang ada apa? Pakai guru yang ada saja! Biar saja otodidak, yang penting plusnya masih terlihat! Bukan menjadi tidak terlihat begitu. Kalau begitu lebih tidak usah membuat teater dari awal saja! Sekarang bagaimana ini anak-anak teaternya? Di acuhkan saja?"
Ya, kurang lebih seperti itu lah ocehannya. Aku pun semakin bersemangat dari kejatuhan mental saat kemarin. Karena itu aku kembali semangat dalam hatiku. Namun wajahku tetap di ratakan untuk menyembunyikan segala kesenanganku, seperti biasa. Semangat sepertinya kembali merasuki diriku di saat ini. Aku pergi ke sekolah, walau dengan pedih di muka - yang di pedih-pedihkan - sehingga terlihat suram. Ya, ini merupakan salah satu dampak dari dibekukannya teater. Membuat aku semakin mencari cara bagaimana caranya untuk membebaskan diri dan teater ini dari belenggu yang selalu menjerat kami ini.

Pagi hari. Setelah sampai di sekolah dalam keadaan yang biasa, aku mencari tempat untuk tertawa dan bercanda. Tak berselang lama, bel sudah di bunyikan. Ada beberapa hal yang membuat panas telingaku lagi. Entah apa itu tapi aku merasa telingaku panas. Sama seperti waktu itu. Pulang sekolah di hari selasa dan saat pelajaran terakhir (hari kamis terakhir). Panasnya mungkin lebih panas saat musik, namun, saat itu panasnya masih bisa terasa. Walau pun terik matahari pagi masih lebih panas dari kupingku. Ya, sudahlah. Aku tak terlalu mempedulikan hal itu. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Olah Raga. Seperti minggu lalu, kami belajar berguling lagi. Sialnya, aku tidak bisa tenang saat itu. Suara itu terdengar kecil namun terdengar olehku dan membuatku tidak nyaman. Warung tidak boleh terbuka! Atau terlihat sesuatu yang tabu! (>,<)

 Sesudah kami berguling-guling, aku dan beberapa teman lelaki bemain basket. Pelajaran selanjutnya, Mandarin, lagi. Pelajaran membosankan, menakutkan... Ya sudahlah, aku tidak mau membahas mandarin lagi. Lanjut saja ke sesi berikutnya. Istirahat. Dan Pkn. Lalu, musik. Nah, sekarang musik kembali memakan banyak korban. Namun aku jadi korban, lagi. Pertama? Ya. Tetap saja. Dengan dalih untuk contoh. Ya sudahlah. Biarlah. Yang penting aku mendapat nilai. Perjuangan itu di lalui, bukan aku sendiri tapi dengan teman-teman seperjuangan. Ya, dengan 13 orang lainnya. Jadi aku tidak manjadi korban lagi, tapi menjadi tentara. Kami menunjukan kebolehan kami menundukan not-not musik jazz. Hanya satu yang tidak mau mengikuti jejak kami, Brian. Dia akan menggantinya dengan menyanyikan 3 lagu pop. Apakah itu sebanding? Pop sudah banyak, bahkan melanglang buana ke mana-mana dengan liriknya yang lumayan sederhana itu. Sementara jazz, lagunya cukup sulit walaupun sudah banyak juga. Sebanyaknya jazz, pop lebih banyak. Jadi, apakah setara? Ya sudahlah.

Kembali, aku merasakan kuping yang memanas oleh karena sesuatu yang aku tak tahu. Kenapa bisa lagi? Sekarang waktunya sama seperti kamis kemarin, saat di ruang musik setelah bernyanyi. Aku ini seperti orang yang memiliki hutang banyak saja! Memangnya aku menanggung segala fiskal negara sampai aku tak bisa membayar dan kabur dari situ? Masalah kembali terjadi saat "Just the Two of Us" dan "Dia" dinyanyikannya. Memang kurang jernih suaranya, namun... Ah, khayalanku tak akan tersampaikan. Jantungku sepertinya diam saja. Aku jadi hanya bisa memandangi tembok saja. Sempat aku memanggil untuk meminta judul lagu - itu memang tugasku untuk cek ulang segala lagu yang dinyanyikan. Namun, kacang. Atau apa aku yang salah waktu bertanya? Sepertinya aku bertanya dan dia sedang ngobrol dengan Pak Andre. Ah. Gila. Aku memang seperti orang yang belum bayar fiskal! sudah tahu seberapa besar fiskal itu dan aku pasti tidak bisa membayarnya! Akh! Gila. Aku seperti patung, diam, dan tak bergeming. Hanya mampu pegangi bolpoint dengan sedikit getaran di tangan dan dadaku. Pusing kepalaku memikirkan dia. walaupun dia seperti apa yang selalu ku impikan, namun tetap saja tak bisa terucap, ta bisa tersampaikan.

Hah...
Dasar sifatku yang manja...
Sungguh aku memang gila...
Biarlah malam ini aku terlelap...
Dalam mimpi yang ternyenyak...
Bukan penghakiman dalam selimut...
Yang membuat aku terbelalak sambil menangis...
Menangis dalam hati...

Wednesday 04-08-2010 19:18 :: Apa?! ::

Lagi. Kemarin dan sekarang telah berolak belakang. Keadaan yang membuat semangat di hari selasa terpatahkan di hari rabu ini. Awalnya sudah senang begitu rupa, namun setelah sekali lagi di konfrimasi, senang itu mendadak luntur. Cerahnya mentari langsung berganti guntur dan rintik hujan yang deras. Suara ceria anak kecil di padang rumput yang hijau tiba-tiba berubah menjadi isak tangis seorang anak yang melihat ibunya terbujur kaku di bawah pohon di tengah hutan pada malam yang dingin di sertai hujan yang membuat bisu sang anak. Mungkin terlalu berlebihan, namun aku tak berbohong. Aku merasa tertusuk. Tepat di jantungku. Tak bisa aku berkata-kata lagi. Tak sanggup aku mengeluarkan semangat yang tadi keluar begitu panas. Mungkin kronologis cerita di perlukan saat ini.

Selasa itu. sebuah ide yang muncul untuk mendirikan kembali "genk" teater SMA bernama "Teater Tanda Baca". Kelompok itu sebenarnya pertama kali terbentuk oleh karena eskul dan mulai menyatukan hati para anggota dan gurunya sehingga sang anggota ingin membangkitkan "Tanda Baca" supaya bisa kembali terbaca. Sebenarnya ide ini telah aku pikirkan dengan serius dari hari senin, namun aku mulai menanyakan tentang ada atau tidaknya eskul teater. Awalnya aku bertanya dan aku mendapat jawaban yang manyatakan bahwa satu eskul membutuhkan guru pembimbing, dan peserta lebih dari sepuluh siswa. Menurutku untuk mencari pesonil memang mudah. Tetapi, untuk mencari guru pendamping, itu mungkin sedikit sulit. Akhirnya aku mendapatkan Pak Teddy untuk menjadi guru pembimbing. Sungguh senang rasanya! Aku mendapatkan diriku bagai sedang menikmati nikmat dunia ini. Terasa bagaikan dunia ini surga. Hehe. Tawa memenuhi wajahku. Permintaan terakhir yang di ubat untuk mengadakan eskul ini adalah data ulang. Suatu data untuk di nyatakan keasliannya kepada kepala sekolah.

Malam hari di hari selasa. Sungguh sibuk. Mengerjakan tugas, mengumumkan kebangkitan teater dan banyak lagi. Sungguh senang sekali. Namun. Sesuatu terjadi di kemudian harinya. Baru saja aku pergi ke sekolah untuk mengetahui update-an terbaru dari Pak Ted, aku sudah melupakan tugas ku yang satu itu. Model sel hewan! Aduh, untung saja aku ingat, namun aku ingat saat sudah di depan gerbang sekolah. Aseem... Untung saja aku masih ada pulsa, jadi aku masih bisa menelpon bantuan. Kala menunggu pesanan, aku berpikir untuk bahan pembicaraan saat rapat untuk membentuk teater seusai sekolah. Kala berpikir, aku mendapati pak Teddy yang sedang berjalan menuju aku yang ada di dekat meja depan teras sekolah. Kupikir berita baik, ternyata berita buruk. Padahal aku sudah menyatakan bahwa sudah banyak yang mendukung teater ini dan pasti ada anak kelas X yang mau ikut! Peserta di pastikan lebih dari sepuluh! Aku sudah berapi-api menyatakan semua itu, namun pak Teddy menyanggah semua omonganku dengan info terbarunya. Teater tak bisa di adakan atau untuk lebih halusnya dibekukan dulu. A..apa?!!

Kemarin semua sudah berjalan lancar, na... namun... Apakah aku bermimpi? Kenapa bisa jadi begini?! Aku sudah susah payah mengumpulkan semua "tanda" untuk menyatukan dan membuatnya terbaca, namun... Itu hanya mimpi? Yang kami butuhkan sekarang ini hanya Ms. Ira! Hanya itu untuk bisa membangkitkan teater! Sekeras apapun aku berusaha, tetap saja tak bisa berbuat apa-apa. Dari pagi aku sudah lunglai. Kertas untuk mendata ulang "tanda-tanda" yang baru pun langsung aku sobek dengan wajah rata, namun dnegan hati yang bergejolak. Apa ini?! Kenapa harus begini? Mengapa harus begini?!!!

Tak puas aku berkomentar di sekolah, aku juga berkomtar di sini. Beribu macam alasan sudah di keluarkan, namun dinding batu itu belum terbelah. Aku masih belum bisa menemukan titik lemah dari dinding itu. Bagai tetesan air yang mencari celah untuk melewati dinding batu itu, aku pun berusaha dengan segenap kekuatanku. Walau pun dengan dukungan teman-teman, tapi...

Nihil...
Semua berakhir dengan nol...
Membuat aku jadi tak tahan lagi...

Senin, 02 Agustus 2010

Monday 02-08-2010 19:16 :: Impas ::

Terlewat lagi. Kali ini terlewat beberapa hari. Satu hari yang di ingat, satu lagi tidak. Impas sudah. Walau semua hari terasa cepat, ingatan masih bisa mengenangnya. Di mulai dari hari yang tidak terlalu ingat. Sabtu.

Sabtu... Apa yang terjadi? Hmm... Aku merasa... Sabtu... Aku... Bingung.
Lupa. A... Ya! Aku ingat! Ini terjadi pada hari sabtu. Kunjungan pertamaku! Ya, aku baru ingat sekarang. Hari itu. Tidak seperti biasanya. aku bangun dari kasurku dan segerombolan kata-kata menusuk datang menerjangku. Siapa lagi kalau bukan ayahku. Aku bangun sekitar pukul sembilan pagi. Pagi? mungkin dalam jam ayahku, itu sudah siang. Teramat siang. Aku pun hanya bisa diam, mangambil handuk dan mandi. Menjemput adik, lalu kembali pergi. Menuju rumah salah satu guruku. Guru olah raga tepatnya. Pak Gilang.

Sekitar pukul sebelas lebih empat puluh menit, aku pergi ke Bunut, sebuah rumah sakit dekat sekolahku, untuk bertemu dengan guruku. dia meminta bantuanku untuk mengutak-atik laptopnya sampai terlihat baik. Tapi, mengapa harus aku? Sebenarnya itu karena temanku, entah Karina atau siapa itu, yang berkata bahwa aku yang bisa dan ahli (?) dalam mengutak-atik komputer. Kalau masalah mengutak-atik memang aku jagonya. Membuat komputer terlihat aneh dan tidak bisa di kembalikan lagi. Namun untuk urusan tertentu, aku bisa mengubahnya supaya lebih indah. Ya, terima kasih atas "gelar" itu, aku bisa mengetahui satu lagi rumah guru dari SMAK.

Ya, guru "gokil" ini memang gokil di bidangnya, namun untuk computing, aku bisa melebihi levelnya. Di rumahnya... Mungkin aku tidak patut mengatakan hal ini sebab dia guruku dan aku tidak mau menurunkan pamornya. Jadi lebih baik kita lompat dahulu teras rumahnya, dan menuju lantai kedua. Di situ terbentang karpet yang aku kenal. Ya, persis seperti yang di jual di tokoku! Ingin aku menanyakan dari mana asal karpet itu, namun sayang, otakku selalu lupa kala di harapkan mengingat. singkat cerita, aku pulang telat, aku dimarahi, dan semua berlangsung biasa saja sampai sore, aku makan di cianjur, bercengkrama dengan Hypermart,  dan kembali ke rumah sambil terkantuk-kantuk menunggu kembalinya pesanku ini.

Cukup untuk sabtu, hari minggu aku masih mempunyai hal yang lebih penting untuk di bagikan karena sulit untuk dilupakan. Guru Bahasa Indonesia yang sudah di nanti-nantikan untuk mengajar, namun malah pergi. Guruku sayang, guruku malang. Dia pergi meninggalkan muridnya menuju Jakarta, mempertaruhkan hidupnya di situ, dan bersusah payah mencari kerja. Terkesan berlebihan namun sebenarnya aku hanya mau bilang bahwa dia sedang mencari pekerjaan semenjak pergi dari SMAK. dan sekarang, maksudku, hari itu, dia kembali ke Sukabumi. Kami beserta beberapa teman kami saling bercengkrama. Bernostalgia dengan wajah baru guru lama yang baru datang kemarin malam. Ya, perasaan aku dan teman-temanku sangat bahagia. Aku, Rey, Brian, Diandra, Karina, Luciana, Fransisca. Itu lah orang yang bernostalgia dengan Ibu Ira di Bubur Ayam Bunut pada hari minggu itu. Setelah makan bersama di situ, kami menuju Tiara. Saat itu, dua teman kami berkurang untuk pergi ke tempat yang lain. Fransisca dan Karina. Jadi kami tinggal berenam.

Sampai di Tiara. Kejutan ternyata muncul tiba-tiba. Padahal kemarin dia bilang ingin ke gereja, namun kusadari, memang jam itu gereja pasti sudah bubar dan informasi dari beberapa temannya, seperti Diandra, dapat mengalir dengan cepat. Zaman sudah canggih, semua harus serba cepat. Ya, biarlah. Aku hanya bisa diam. Oh, dan tidak hanya dia yang datang, tapi juga Asyer. "Pengacau" yang ini memang harus ada di setiap suasana karena paling membawa keceriaan dan paling "tengil". Kembali ke alur. Di Tiara kami bermain. Ada yang bermain bom-bom-cart, ada yang bermain basket, dan ada juga yang bermain mobil balap. Ya, tempat itu terasa ramai. Sama seperti ramainya hatiku. Sungguh teramat senang aku pada waktu itu. Semua terlihat senang. Kenapa aku harus murung? Aku pun harus buat diriku senang, tapi...

Ya, setelah itu, kami pergi ke tempat penginapan Ms.Ira (ya, kami biasa memanggilnya demikian). Namun Dia tidak bersama kami. Dia pulang dan berbeda jalur. Sesampainya di penginapan, kami menunggu Ms.Ira yang ingin mandi, karena dia pergi ke Bubur Ayam Bunut tanpa mandi. Jadi maklum saja. Lalu setelah itu, kami pergi menuju Supermall. Entah itu harus di sebut Super atau tidak, tapi mall itu masih seperti gedung biasa yang berisi toko-toko. Kami ingin ke situ karena beberapa teman kami ada yang unjuk gigi. Dan, demi rasa kesolidaritasan antar teman, kami menunggu dia dengan menjemputnya. Ya, rumahnya memang searah, jadi tidak ada repot-repotnya. Setelah ia bergabung, jujur, aku tidak berada di belakang, dan diam lagi. Hanya berjalan di depan seperti orang yang kikuk, karena jika aku ada di belakang, aku bisa salah tingkah.

Ah, sudahlah. Jadi begini, kami sampai di tempat itu, menyaksikan pertunjukan dan bertemu satu guru lagi, Native speaker lebih tepatnya, dia bernama Mr.Ian. Sangat humoris dan mudah bergaul dengan anak-anak seperti kami. Dia sangat perhatian kepada kami, baik saat mengajar, maupun saat bertemu di jalan. Humorisnya pun tetap di bawa sampai di mana-mana. dengan gaya bicaranya yang kebule-bulean itu, membuat kami semua tertawa terbahak-bahak. Sungguh, aku tak tahan melihat mukanya, apalagi jika dia berdansa ala dangdut. Hehehe, lucu sekali. Memang mirip dengan Mr.Bean. Hah, ya sudahlah. Setelah kami menyelesaikan urusan kami di situ, Kami menuju "warung" di dekat SMPK untuk mengisi perut. Setelah itu kami berpisah dan aku pergi lagi ke rumah salah satu temanku, Refind. Tak ada maksud yang jelas mengapa aku ke rumahnya, namun yang aku tahu, aku di suruh Brian untuk pergi ke rumahnya. Dia juga akan menyusul ke sana, namun dia harus pulang dahulu untuk menyelesaikan urusannya.

Sampai di situ aku menunggu Brian, dan setelah Brian datang, kami saling berbagi trik. Biasa saja, aku di telpon untuk pulang paad pukul empat sore. Waw, tak ku sangka, aku keluar pukul delapan dan pulang pukul empat. Delapan jam sudah aku di luar rumah. Hebat. Baru aku sadari itu. Hari-hari yang kulewati di rumah akhirnya terbalaskan di hari itu. Impas. Setelah itu, semua berjalan seperti biasa. Tak ada yang menarik. Tidur. Terlelap. Bermimpi. Dan kembali bangun di hari senin ini. Hari yang lumayan menyenangkan. Tidak seperti biasa namun biasa dilakukan. Baru kali ini selama satu bulan terakhir...

Sudahlah...
Biarkanlah...
Semoga besok lebih baik dari hari ini...