Minggu, 12 Desember 2010

Jazz is...

Jazz, imperishable joyful night. A cool weather in outdoor bar. With a cocktail in front of us. With someone who can make the things from wrong to right. Sit there with he, eat cocktail, and jump into the colorful night at the bar. He must be our best friend, our teacher who gather us to the right and joyful path.

Jazz, the fast and slow of everyones tempo. It can be fast as a carefree and easygoing person, yet a cute girl who want to know the entire world. And it can be slow as a dreamy and lazy, but charming person who just lie in a yard, looking to the night and the moon.

Jazz, a person who just swing you and other who look at him to the land of dream. You can be thrown  into the darkness realm, but you still have a lamp and many friend. But you go to nowhere and you have to search into that realm. You can be thrown to the land, full of flower. You can look a girl sitting there, with a parasol and she look at you. And talk to you just to know what your name. Beautiful place and a lovely girl.

Jazz, when someone took your heart and you fall into a endless pit of love. Make your hand hit the keyboard with a lovely rhythm and your friend blow a sound from a saxophone. Another will hit a drum and make the song a little bit more live.

Jazz, when you are try to pass a trial and your heart is blazing from your feet to your head. You've been covered by a fire which come from your spirit. Nothing can stop you now and all you do is do it with your entire power.

Jazz, a tone of stillness. It just call you for something boring, but it just hold the first time you heard them. Next, it can turn into more boring than the last, or it can turn into a powerful yet effective tool to make your mind turn to positive and make the day happier than the last one.

Jazz, when someone run in a battlefield. A men who want to become a winner of that war and run with his smile in his face. He just run, jump, and put everyone jealous. He, the one who run just for his desire. He, a men who run just because of his naughty yet silly action.

Jazz, A face of people live. Happy, sad, love, plain, or anything. Jazz can do some for you. Maybe just for relaxing, or maybe for describing a heart's feeling about someone, or maybe just for a friend in your night trip to your destination, or something else. Jazz can do some. Yeah, it's jazz...

Kamis, 09 Desember 2010

Terulang Lagi...

Hari, masih pagi. Pikiran masih jenuh. Hari-hari masih panjang. Harus dilewati, harus dilalui. Berat harus dipikul, ringan sama-saja dipikul. Semua terasa pikulan satu bakul masalah di atas dengkul yang sudah tumpul karena tidak bisa memasukan pikiran dan ide ke dalamnya. Ini bukan bermaksud menunjukan bahwa otakku ada di dengkul, tapi aku merasa seperti otak dengkul atau biasa orang menyebutnya dengan hawan, udang.

Entah mengapa, aku merasa lebih antusias bermain sendiri dari pada belajar. Kalau bermain bersama-sama juga lebih baik, tapi di hari-hari ujian itu aku biasanya bermain hanya sendiri, dirumah. Hanya bermain, download file,  nonton, dan berbagai kepentingan tersier lainnya yang dinaikan prioritasnya menjadi tingkat satu. Yah, aku ini memang tipe yang mengutamakan kepentingan dirinya sendiri sebelum orang lain, biasanya. Namun untuk kali ini, aku akui sedikit bahwa aku memang egois dalam konteks belajar dan bermain.

Entah mengapa, semenjak kelas ini, aktifitasku menjadi semakin tidak berkualitas. Tidak naik ke tingkatan yang lebih elit, namun menjadi kembali ke kelas teri. Aku pun menjadi lebih mencandui komputer ini dan permainannya. Aku pun bingung bukan kepalang. Mamengnya aku kecanduan narkoba atau sejenisnya sampai aku bisa begini? Mungkin bukan narkoba, tapi "TOUHOU". Sebuah game bullet hell(permainan yang sepertinya kalian suka). Ini dia salah satu gameplaynya.




Ya, mungkin terasa pusing jika dihujani oleh rintik hujan tanpa basah sedikitpun. Namun tantangan itulah yang memusingkanku dan membuat aku selalu ingin memainkannya.Rasa penasaran itulah sebenarnya yang membuat aku ingin memainkannya. Namun jika jauh lebih dalam lagi, aku hanya ingin menghilangkan stres dan duka, serta melupakan amarah.

Semua ini hanya sebagai madia untuk menyalurkan semua uneg-uneg yang kadang (Oops, mungkin sering) aku terima dari orang tua dan lainnya. Bahkan dari diri aku sendiri, aku sering emndapat tekanan batin, namun itu tidak membuatku gila. Aku tetap waras, namun aku merasa hampa. Terasa sekarang kalau aku ini semakin lama semakin memudar. Semakin rata dan tidak terlihat lagi wajahnya. Dan maaf, jangan diartikan dalam arti harfiah, aku masih memiliki wajah dan tidak menguap.

Ahh. Sudah banyak hidup yang seharusnya aku jalani, dan sudah banyak kenangan yang seharusnya aku ingat dan lupakan. Namun aku merasa seperti kembali mengulang segala yang terjadi. Entah mengapa, kadang aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Bahkan saat ujian, aku tak tahu bahwa ada angka di tanganku. "25". Sampai malam itu pun angka itu masih terjiplak di tanganku, sementara coretan lainnya menghilang. Aku sudah banyak menemui hal-hal lazim yang unik. Namun untuk perasaanku yang satu ini, aku merasakan keunikan lainnya yang belum pernah aku rasakan. Semoga saja aku bisa korek semuanya dalam-dalam. Dan semoga aku bisa menjalani semua kehidupan ulangan ini...

Selasa, 07 Desember 2010

Mimpi Panjang, Malam...

"Aku tahu sekarang ini siang. Tapi atmosfir di sini menyambut malam kepadaku...
Tidakkah indah malam ini?"

Haah. Bermimpi memang sesaat. Berkhayal memang sekilas. Memejamkan mata pun hanya menjadi seperti pemanis. Apalagi suara hujan yang rintik-rintik itu. Sangat manis. Namun hanya ada satu yang paling
sering membuat semua itu berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang sangat penjang. Diam serumah dengan dua orang yang sangat mengganggu hidup, baik di rumah, maupun di tempat lainnya, sangat mengganggu dan ingin sekali aku pergi!

Sudahlah! Aku sudah tidak bisa diam lagi di sini! Lebih baik aku tidur saja! Dan mimpi panjang! Sudah cukup aku diam di sini mendengarkan celotehan kosongnya yang bodoh itu! Namun itu hanyalah celotehanku yang mengikuti kebodohannya. Jadi aku pun ikut-ikutan bodoh? Ah, lupakan. Yang penting sekarang aku sudah bisa menulis semua ini. Bersyukurlah...

Hah. Semua ini memang terasa seperti mimpi. Mungkin bagiku atau dirinya, atau kalian, atau siapapun mereka. Semua itu benar-benar kebohongan visuual yang ditangkap oleh mataku. Diterka oleh indra perasaku. Namun tak sadar bahwa semua itu hanya mimpi di tengah malam. Ya, hanya perasaan tanpa isi.

Kalau aku telaah lebih dalam lagi, melihat ke kekelaman melam ini, aku melihat hitam. Hitam yang bernoda. Penuh dengan butir-butir kepedihan. Hiasi gelap dengan terang yang mencandukan. Hah... Aku mulai berpikir lagi. Kenapa aku memikirkan langit sementara diriku seperti malam ini? Mencari tempat candu untuk menutupi kepedihan. Aku merasa kesepian di tengah keramaian. Pedih di saat senang. Susah di saat yang lain merasa gembira. Dan aku mulai berpikir, Kapankah aku bisa tertawa lepas dengan isi hatiku?

Selasa, 23 November 2010

The Stars Above

I look outside...
All out of my mind...
All out of my feels...
All the stars above...

High, clear, and beautiful...
Big yet amazing...
I feel something different...
From the star above...

It's just me...
Me, who want to know...
About the stars that shine brightly...
All night long...
Just that stars and me...
Me, who just can look at the stars...
Trying to reach it...
But impossible in this reality...

Am I too obvious to talk about this?
Am I too weird to say that those star shine like morning star?
Am I too shy to say that you're like those stars?
Do I feel too many feeling about you?

It can be yes, or it might be not...
What can I do for now just look at the stars above...
Sit there and just dreaming...
Hoping for a better life...

Rabu, 17 November 2010

Salam Kepada Yang Tertunda

Ya, kembali aku bermimpi. Kemarin malam. Tepat saat aku masih terlelap. Kali ini sudah sangat aneh. Mimpi ini sudah di luar kebiasaanku.Di luar batas kebebasan. Diluar batas peradaban. Brutal. Liar. Dan, kerataan wajah.

Malam yang dingin itu. Dengan selimut yang menutupi diriku, aku bermimpi...

Aku terbangun.Di atas kasurku. Lalu aku berjalan ke luar. Menuju ke depan pintu. Lalu aku langsung saja menembus pintu dan akhirnya aku ada di sebuah tempat yang asing. Tanpa aku sadari, aku sudah berpakaian sekolah. Baju seragam dan celana abu-abu tanpa rompi dan dasi. Sepertinya aku berada di sebuah sekolah. Tepat di depan pintu gerbangnya. Ya, hanya gerbang. Biru tua.

Aku melihat beberapa orang dengan seragam yang mirip denganku. Marah-marah. Melempari batu ke sekolah itu. Sepertinya aku mengenal semua orang itu. Ya, sepertinya mereka temanku, teman satu angkatan.Mereka...brutal. Yang aku lihat hanya yang lelaki saja. Mereka melempari batu ke dalam sekolah itu, mendobrak pintunya, mengacak-acak meja, dan beberapa tindakan yang diluar batas kesadaran. Mereka seperti kerasukan setan! Namun entah mengapa aku juga jadi ikut marah dan segera mengkat kursi di dekat pos satpam yang kosong dengan tali rafia yang ada di sebelahnya dan segera mengangkat kursi itu dengan tangku. Aku lari. Entah pergi ke mana.

Lalu aku berbelok dari arah penyerangan mereka. Aku berlari menuju sebuah tempat. Seperti kantin. Di situ aku mulai menukar kursi yang terikat di tanganku dengan yang ada di kantin. Setelah selesai, aku melihat ada dua orang... tidak, tiga. Satu orang itu... Dia? Teman lamaku, Eldi. Duduk santai di kejauhan. Lalu dua orang lagi seperti OB yang bekerja di sekolahku. Aku sempat mengobrol dengan salah satu dari mereka dan dengan Eldi. Mereka duduk di meja yang terpisah. Salah satu yang tidak aku ajak bicara sedang duduk rilex sambil meminum segelas kopi.

Setelah itu aku kembali berlari. Memecahkan beberapa kaca. Lalu datang lagi anak-anak dari sekolah lain dari gerbang depan, tempat kami semua masuk. Mereka sepertinya memiliki seragam yang mirip. Namun aku tidak tahu mereka dari mana. Yang penting mereka datang untuk membantu. Itulah yang mereka katakan padaku. Mereka ikut memecahkan kaca, mengobrak-abrik meja,  dan menghancurkan sekolah itu.

Beberapa menit berselang, aku kecapaian dan sekolah sudah seperti reruntuhan gedung yang sudah terkena gempa. retakan di mana-mana, kaca pecah semua, dan semua meja sudah tidak teratur serta ada yang terbelah. Aku berterima kasih pada mereka dan mendatangi teman-temanku di ruangan seperti aula di dalam sekolah itu. Kami diam di dekat pojok pintu keluar aula. Mereka seperti sedang berbicara sesuatu. Dan sekarang sudah ada anak-anak wanitanya. Aku datang dan duduk di lantai sambil mendengarkan percakapan mereka. Namun aku sepertinya tidak mendengar apapun. Namun aku masih bisa melihat wajah mereka. Semuanya seperti meratakan wajahnya. Tidak ada ekspresi apapun. Bahkan teman yang biasanya ceria pun sekarang rata. Mulut yang berbentuk satu garis lurus.

Aku bingung, aku mencoba berdiri dan kami seperti ada di lantai dua dari aula itu. Berada di sebelah pintu keluar aula, lantai duanya. Aku melihat siswa yang membantu kami dalam penyerangan itu. Mereka berbaris dan ada setumpukan kertas kuning. Seperti karton, namun ada datu kata di atasnya.

Dia

Hah? Tulisan sambung "Dia"? Apa maksudnya? Aku bingung dan hanya melirik "dia". Rata. Sedang menoleh ke kiri, lalu ke kanan. Lalu kembali ke kiri, seiring dengan orang yang sedang berbicara.

Apa maksudnya semua ini? Aku tidak bisa bicara apapun! Mulutku sepertinya terkunci! Aku coba untuk berjalan keluar dari pintu itu. Saat aku berjalan, aku mendengar suara kecil, seperti orang banyak yang sedang sholat. Semakin mendekat, semakin keras dan saat aku melewati pintu yang silau dan terbuka itu.....

Aku sudah ada lagi di atas kasurku. Terbangun, hanya bisa melihat langit-langit rumah.

Apa maksud mimpiku kali ini?
Aku selalu bingung dengan semnua mimpi yang aneh...
Tolonglah, berikan aku jawaban...

Jumat, 12 November 2010

False Reality

Just wandering...
Why does everyone have a shadow, even in their heart?
Why does God appear at he end of the world?
Why does everyone have fears?
Why do I want to create this?

I just wandering around...
I just look at this monitor...
Sat there and write this note...
About nothing...

Just wandering...
If people still can live in other place, even when they died...
Then we're all sleeping...
It's not a reality...
It's a false reality...

If that's true...
What is the meaning of what we do?
We love someone...
We care someone...
We hate someone...
We help someone...
And only the part of it can be transfered to the reality...
From this false reality...
And we just feel it in this false reality...

We just sleep there...
In the true reality...
And sleep in this false reality...
So what should we do?
Who should we trust?
For what we do this?

What I know is I want to know...
I want to know about this false reality...
About this false world...
And about this true feels...

Because I want  to know...
And I want to feel...
The falsity of false world...
And the true thing about you...
Just that...

But still...
All that I do can result nothing...
Or bad result...
Or neutral result...
Or good result...

Even all possibility has been thought...
I just have one response...
I just have one word...
Thanks...

Minggu, 07 November 2010

Blue and Red

Semua itu biru...
Membuatku merah...
Semua itu hitam...
Membuatku putih...

Semua itu buruk...
Yang mendatangkan kebaikan...
Semua itu beban...
Yang mendatangkan kemakmuran...

Semua itu ada...
Berasal dari tiada...
Semua itu ada...
Sebenarnya tiada...

Dulu sudah membiru...
Namun tetaplah diburu...
Sampai semua yang berbau haru...
Dapat ditemukan olehku...

Dulu memang biru...
Dulu memang hitam...
Dulu memang haru...
Dulu memang kelam...

Namun sekarang butuh merah...
Walau bukan berkorban darah...
Walau tidak selalu terarah...
Walau aku selalu memerah...

Biarlah api membiru...
Biarlah laut terbakar...
Biarkan hatiku menderu...
Supaya bibit itu mengakar...

Merah dan biru...
Hitam dan putih...
Pagi dan sore...
Siang dan malam...

Semua saling terkait, semua saling membantu...
Semua saling mengikat, semua saling menutupi...
Ingin aku ikat diriku, ingin aku teriakan dengan keras...
Semua yang terlupa, semua yang terhapus...
Biarpun semua terlewati, biarpun semua terbenam...
Aku akan terus teriak, aku akan terus berontak...

Tak ingin ku putar waktu, tak ingin kuhadapkan ke depan...
Ingin aku memutar kembali jarum Sang Khalik...
Ingin aku melihat arah dari jarum qalbu...
Ingin ku intip jendela hati...
Biar sedikit tapi berarti...

Namun itu hanya mimpi...
Namun itu hanya tulisan...
Namun itu hanya pikiran...
Nanti terlupa, tiada bersua...

Akankah?

Rabu, 03 November 2010

Malang...

Tidak usah basa-basi...
Aku cuma mau bicara tiga kata...

betepa malangnya diriku

Aku sudah pernah memiliki kemalangan...
Banyak...
Namun mungkin sekarang salahh satu yang terparah...

Komputer memang biasa...
Namun data-datanya yang berharga...
Harus ikut terhapus...
Meninggalkan mayanya dunia itu...

Walaupun aku tahu bahwa kenangan masih bisa diingat...
Namun memori tak akan bertahan lama...
Lambat laun aku pasti lupa...
Dan nanti aku akan tetap melupakannya...

Salahku menghapus kalian, kenanganku...
Aku yang arogan, yang tega menghapus kalian...
Aku yang egois, yang tidak bisa mempertahankan kalian...
Aku yang pesimis, yang hanya bisa diam melihat kalian terhapus...
Memoriku...

Haruskah aku ikut terhapus?
Haruskah aku terus menyesalinya?
Haruskah semua itu?
Namun bagaimanapun juga penyesalan itu...
Tetap saja layar itu gelap...
Tetap saja aku tidak bisa menghidupkannya...

Hanya sedikit dari kalian yang selamat...
Hanya sedikit dari kalian yang dapat teringat...
Hanya sedikit yang dapat di ambil...
Namun sebagian lagi...

Jahatnya dunia maya...
Atau Aku yang jahat?
Hanya satu kalimat yang dapat terlihat...


invalid partition table...

Sabtu, 23 Oktober 2010

Muncul Dalam Pikiran...

Hah...

Sudah banyak lagu aku dengarkan...
Sudah banyak kenangan terjadi...
Sudah banyak kejadian terlewati...
Sudah banyak yang berubah...

Benarkah?
Melihat semuanya aku menjadi diam...
Mungkin masih sadar...
Namun tiada bergeming...
Tiada bergerak...
Tiada berpikir...

Setujukah?
Kalau aku ini terus digempur dengan ujian seperti ini...
Kalau aku terus menunggu...
Kalau aku terus-menerus berpikir...
Mencuri pandangan...
Namun aku tidak diajarkan untuk mencuri...

Denting piano terus bernyanyi...
Dawai gitar terus dipetik...
Hati ini terus sunyi...
Hati ini kian pelik...

Topeng pun akan dilepas...
Namun topeng baru akan segera terpasang lagi...
Wajah asli pun akhirnya tertutup...
Tersembunyi...

Haruskah terus...
Bersembunyi...
Walau tetap aku memaksa diriku untuk keluar...
Tapi semua itu tetap saja...

Mungkin ada beberapa kata yang tersedak...
Diam...
Meradang...
Bersarang...

Takutkah?
Pergikah?
Jujurkah?
Atau diam...

Until the path is open by themselves..

Rabu, 13 Oktober 2010

Murid itu Sebenarnya Budak (?)

Saat ini bosan sudah menjadi teman dan penat di kepala sehabis ujian tengah semester yang mematikan itu masih terbesit dalam otak ini. Lalu di SMAku aku mulai bertanya pada diriku "Apa yang harus aku lakukan?" Ya, sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu sebelum hari senin yang lalu aku pikirkan hal ini. Namun saat kata-kata permohonan diucapkan, beberapa kata penolakan muncul. Awalnya halus dan biasa saja. Namun setelah ditekan beberapa hari akhirnya terasa juga gerahnya guru yang selalu ditagih olehku. Sebenarnya hanya ingin bertanya, sebenarnya boleh tidak bermain basket di lapangan pagi hari ini atau saat istirahat. Namun tetap saja tidak boleh. Waktu yang disiapkan hanya saat pulang sekola. Pulang sekola? Panas begitu? Bukankah pagi lebih baik sinarnya dari pada siang? Apalagi saat matahari sangat menyengat, orang bisa dibuat pusing olehnya. Jadi kapankah saatnya beristirahat? Dirumah saja? Kalau disekolah? Mau mengerjakan apa? Belajar? Bukankah sudah ujian? Bukankah setelah ujuian seharusnya libur dan "belajar dirumah"? Kenapa menjadi belajar secara harfiah di sekolah? Bahkan berolah raga di pagi hari yang cerah dengan sinar mentari yang menyehatkan pun tidak boleh dinikmati? Bagaimana ini? Setengah dari kelas pergi untuk homestay dan setengah lagi harus belajar dengan meninggalkan mereka yang sedang pergi? Adakah solusi dari semua ini? Sudah aku tawarkan beberapa solusi.

>Liburkan!
Tapi guru harus bekerja.

>Biarkan kami bermain!
Tidak boleh. Titik!
>Basket juga tidak?
Tidak!
>Di pagi hari yang menyehatkan tubuh ini?
Tidak! Lebih baik carilah kegiatan yang bermanfaat.

Apa? Membuat hiasan untuk festifal? Kami juga jadi bosan! Tolonglah mengerti. Kami juga manusia. Kami punya batasan untuk menerima dan batasan untuk mengerti. Jadi cobalah untuk mengerti dan bukan dimengerti. Sebenarnya kami itu apa? Selalu saja ada alasan untuk menghindar? Apakah jabatan yang menutup hatimu? Ataukah suara kami hanya angin yang lewat begitu saja? Angin yang hanya lewat di dalam paru-parumu dan keluar begitu saja? Yang kau butuhkan namun enggan kau dengarkan? Tolonglah. Aku juga punya batasan. Aku tidak bisa selamanya meratakan wajah ini. Aku mungkin memohon, hari ini. Tapi besok mungkin sudah bisa meneriaki. Walau teriakan itu bisa saja tersumbat di gendang telingamu dan memantul lagi ke dalam telingaku. Tolonglah. Aku butuh solusi. Bukan janji belaka dari lidah bersabuk hitammu itu.

"Ah, kamu. Aq"

Kembali lagi. Mimpi-mimpi aneh setelah kehidupan menyertai keanehanku, eh, terbalik, keanehan yang menyertai hidupku. Dari dua orang yang tersenyum teramat lebar sampai sekarang, tiga kata dalam pesan singkatku di alam mimpi yang terasa amat nyata. Memang terasa memegang handphone, lalu menekan beberapa tombol dan ada kata-kata seperti ini "Ah, kamu. Aq"

Aneh? Pasti. Bingung? Apa lagi. Beberapa kejanggalan di dalam mimpiku yang sudah pasti ganjil itu membuat aku semakin bingung. Apalagi dengan keanehan yang pernah terjadi denganku. Dari keanehan di dunia nyata sampai terbawa ke mimpi. Walaupun orang yang tersenyum itu tidak ada kaitannya dengan pesan singkat di handphoneku, tapi tetap saja aneh.

Awalnya mata terpejam dan hitam legam. Lalu mata terasa membuka walau menutup dan akhirnya memegang handphone yang terdengar bergetar, dalam mimpi. Lalu aku melihat ada satu tulisan yang tidak asing lagi di mataku. Namun tulisan itu didampingi oleh tiga kata lagi yang aneh. Sepertinya aku tidak mengirimkan pesan yang membuatnya harus membalas itu, tapi... Kok bisa begitu?

Ah, aneh...
Semoga bintang yang bersinar itu bisa menyinari pikiranku...

Kamis, 07 Oktober 2010

Lagi-lagi

Lagi-lagi aku diam termenung di depan komputer untuk mengetik. Lagi-lagi akud iam di depan monitor untuk memberi salam kepada BitTorrent, Facebook, Twitter, O2Jam, Genetos, Rythm World, dan lain-lain. Hanya untuk merefresh pikiranku yang sudah lama tidak menyalami mereka. Ya, aku kira ini semua adalah rutinitas yang patut dibilang "sudah merobotisasi". Hanya terpaku pada elektronik, lagi dan lagi. Karena sekali lagi aku mau ingatkan lagi tentang kepergianku untuk ujian tidak menghilangkan pikiran jahat untuk online. :P

Ya, yang penting aku hampir bebas dari segala kepenatan yang sudah menghalangiku untuk mendengarkan lagu di Headset komputerku tersayang. Sungguh fantastis! Apakah nanti aku dapat mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan yang aku harapkan? Semoga saja bisa! Walaupun sudah ada satu pelajaran yang terbukti remed, jadi, ya sudahlah, syukuri apa yang terjadi kalau kata D'masiv. Jadi belajar saja, wong bentar lagi kok, satu hari lagi. Tapi memang ada yang aneh akhir-akhir ini.Entah itu aku yang mulai aneh atau aku memang merasakan keanehan di sini. Tapi yang lebih aneh terjadi saat aku pulang sekolah, tadi!

Awal kata, aku merasakan keanehan. Ya, mungkin diriku yang aneh. Tiap hari aku merasakan ada yang berbeda. Entah apa yang terjadi tapi kenapa bukan semut yang mengikuti gula? Ya, aku tak tahu apa maksudnya, tapi kadang kiasan bisa saja terbalik, dan kadang kembali seperti semula. Tapi kenapa jadi begitu? Kadang terbesit pikiran yang aneh-aneh. Lagi-lagi keanehan terjadi. Namun satu yang aku tahu, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun kawanku sudah aneh dan sapertinya stres karena memikirkan pelajaran, dia mulai meneliti angka. Namun, kenapa angka yang sama yang dia teliti? Aku memang tidak mau ikut campur urusannya, tapi masalahnya itu menyangkut diriku. Jadi aku mau bertindak untuk menyadarkannya, tapi biarlah. Biarkan dia berkreasi. Nanti juga lupa kok.

Satu lagi kejadian aneh saat aku ingin menyebrang. Lagi-lagi headset sudah terpasang di telingaku dan aku sedang berjalan sambil mengilhami lagu yang aku dengarkan itu. Sebenarnya aku memerhatikan jalan yang berada tepat di bawah kakiku dan depannya. Jarang aku melihat ke depan, makanya aku juga sedang melatihanya, nanti. Lalu, tepat satu langkah aku menginjakan kaki ke atas cat hitam putih itu, Satu kaki yang tidak aku kenal seperti ingin melewati kakiku. Saat aku telusuri sampai ke wajahnya.

.............

Botak. Tersenyum. Dan satu lagi Spiky, sama juga. Mereka tersenyum lebar kepadaku seolah mereka mengenalku. Aku bingung dan tidak ingat, bahkan tidak tahu siapa mereka. Sebentar mereka melihatku sambil tersenyum lebar. Aku hanya membalas senyuman mereka dengan tatapan silau dan bingung. Aku merasa, kecil, aneh. Mereka lalu berjalan melewati aku. Aku pun segera menyebrangi jalanan dan mereka seperti menengok ke arahku saat aku akan menyebrang jalan. Tetap saja mereka tersenyum saat mereka pergi. Apa yang salah denganku? Apakah aku terlalu...rata? Wajah memang menurutku penting, tapi aku sudah terbiasa meratakan wajahku. Haruskah dibelokan sedikit ujungnya? Bisakah?

Aah! Dan satu lagi belum lama terjadi. Seorang yang chat kepadaku, dengan nama ****** dan langsung menyahutiku dengan panggilan seperti yang sudah kenal dekat. Lalu aku hanya menjawab dengan dua tanda tanya, tanda aku tidak tahu siapa dia. Tiba-tiba dia menanyakan namaku, lalu saat aku bertanya namanya tanpa memberi tahu namaku, dia malah menyahutku dengan "salah orang! Nama loe siapa?" Ya, seperti itulah pokoknya. Entah apa aku sedang pikun atau memang dunia menginginkan diriku untuk bisa lebih bergaul? Atau ini semua terkait? Atau apakah salah satu dari kedua orang itu adalah orang yang chat di facebook? Apakah aku benar-benar sudah gila? Apakah aku bermimpi? Kenapa realita terus bertanya kepadaku?

Minggu, 03 Oktober 2010

Pikiranku Berkata Khayalan Realita

Pikirku "kayak makan aja, tiap hari minimal 1x. Padahal sehari itu bentar, masih ada besok. Tapi masih juga."

Kataku "Bosankah? Semoga tidak bosan. Karena aku tiada bosan. Tapi aku ini kan aku, tidak dapat di samakan."

Pikirku "Ya setidaknya langsung aja. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Nanti juga segala usahamu sia-sia. Seberapa sering pun kamu bicara, aku sudah bulatkan tekat."

Kataku "Benarkah? Ini sudut pandangku, bukan siapa-siapa tapi aku. Mungkin orang lain bisa berkata yang beda mengenai itu."

Pikirku "Sudahlah, kamu juga belum jelas, begitu juga aku. Jadi lebih baik sekarang. Dari pada nanti, pasti sudah terlambat."

Kataku "Sebaik itukah? Atau terlalu berlebihankah aku? Aneh. Aku ini juga manusia. Punya batasan diri. Aku tidak bisa langsung begitu saja. Maaf kalau begitu ya."

Seketika itu juga, perkataan pergi merenungkan dirinya menyikapi pikiran yang entah benar atau salah.

Tiba-tiba datanglah khayalan yang membuai perkataan.

Khayalanku "Sudah, semua pasti bisa kau sikapi. Aku sudah bisa melihat kau melakukannya. Ayo, semangat!"

Kataku "Melihat? Kau kira kau bisa membodohiku? Lihatlah realita kawan! Kita tidak hidup di kala semua in-silogisme masih merajalela, kita sudah belajar berpikir! Logika!"

Khayalanku "Haruskah kau menghadapi ini semua tanpa mimpi?"

Perkataan pun berhenti berkata-kata dan diam seribu bahasa.

Khayalanku "Kau terkurung oleh dirimu sendiri! Kau memang bisa melihat orang lain dan menyemangati mereka, tapi tidak dengan dirimu sendiri. Orang lain ada yang mencoba mengulurkan tangan, tapi terkadang kau menyikapinya dengan salah. Aku tahu kau itu manusia, yang tidak bisa lepas dari realita, tapi berharaplah demi kenyataan!"

Kataku "Tapi..."

Khayalanku "Tanyakan saja pada realita."

Setelah itu khayalan meninggalkan perkataan yang bimbang dibuatnya. Diapun pergi mencari realita, tapi tidak dapat menemukannya karena dia tidak memiliki petunjuk. Bahkan saat ia telah menemui realita dan menanyakan realita hidupnya, ia tidak menjawab...

Sabtu, 25 September 2010

......

Aku bingung
Sendirian, termenung
Diam tak berkabung

Menatap ke depan
Putih, kosong
Namun gelap

Ingin aku tidur
Namun mata kian terang
Pikiran kian jenuh

Ingin aku selesaikan
Semua perkara
Dengan semua air mata
Namun mata tegakkan diri
Tegarkan hati tak ayal bersedih

Ingin aku ingat
Semua yang sudah terjadi
Semua yang sudah terbengkalai
Semua yang indah
Semua yang sedu
Semua yang membuat aku...

Aku...
Ya, aku yang sekarang...

Mungkin khayalan jauh ke depan
Namun realita masih lebih jauh
Lebih dalam dan bermasalah
Lebih menuntut aku...

Bak sekumpulan debu
Benarkah aku
Tak tahu waktu berlalu
Namun tetapkan hanya satu

Mungkin terkaan ini menyingkap hati
Menyingkap hati yang goyah
Goyah diterka angin malam
Yang dingin menusuk qalbu

Aku hanya ingin
Bernafas...
Dengan lega...
Tiada lagi helangan...
Maupun makian...
Bahkan kekhawatiran...
Yang beratkan nafasku...

Namun semua itu semu
Semua itu fana
Hanya omong dari mulut
Bukan dari hati
Karena aku hanya bisa meminjam hati

Tak ada yang abadi
Walau aku tak tahu keabadian
Walau aku tak mau abadi itu menyelimutiku
Walau aku tak bisa mengakui keabadian

Adakah yang abadi
Aku hanyalah gumpalan perbuatan
Jahat baik, benar salah
Yang melakukan sesuai kehendaknya

Walau sebenarnya aku mau
Keabadian itu menjadi nyata
Melingkupi, menghidupi
Mengobati, menghampiri
Dan mendiami...
Walau semua terasa semu

Aku tetap duduk
Terjerumus dalam pikiran semu
Bernafas dengan berat
Sambil menulis
Dengan kepala yang menunduk
Hati yang terus menyalak
Dan teriakan yang sunyi
Hanya terdengar "...maaf..."

Aku tak dapat berkata
Aku tak dapat menyangkal
Aku tak dapat mengungkapkan
Hanya satu yang terucap "...maaf..."

Haruskah semua ini aku tulis?
Sampai habis penakah semua ini akan berakhir?
Atau sampai kapankah...

...maaf...

Rabu, 22 September 2010

Aku berpikir 2


Aku kembali berpikir. Dari kemarin, tidak, dua atau tiga hari yang lalu. Yang penting saat dimana aku menjadi semakin tidak beruntung. Entah pikiranku atau ini memang aku sedang tidak beruntung. Saat aku menulis ini pun pikiranku kacau oleh suara yang tidak ada asalnya. "Tuk", "Tuk" mirip bunyi nyeletuk yang keluar jika ada chat di facebook. Begitu saja setiap aku menekan lima atau beberapa tombol. Suara itu ada untuk menyelinginya. Aku tahu itu adalah suara dalam otakku yang sudah panas. Sudah konslet. Aku mulai dengan kemarin. Hari di mana tasku berteriak minta tolong namun aku tidak dengarkan. Maka terinjaklah pergelangan tangannya. Sendinya patah dan aku pulang sore-sore dengan tangan tas yang kritis, tanpa P3K yang cukup. Esoknya, Maksudku, hari ini. Aku pergi berjalan kaki ke sekolah seperti biasa. Mendengarkan musik dari headsetku, dan tepat beberapa meter dari sekolah, moodku yang sedang senang mendengarkan musik, terusik oleh teriakan tasku lagi. Seperti biasa, putus, namun sekarang bukan daerah itu lagi, tapi daerah lainnya. Aneh bin ajaib. Haruskah aku bersekolah dengan membawa buku lagi dan membiarkan semua tas bernasib sama? Sepertinya iya. Dan memang harus. Tidak berapa lama sehabis itu, di kelas aku mulai menyadari bahwa hari ini tidak ada pelajaran yang ditukar. Padahal hari Sabtu aku mendengarnya hari ini, tapi semuanya sudah berlalu, jadi biarkanlah berlalu. Biarkanlah aku membawa beban yang berat dahulu, hanya untuk kali ini saja. Lalu pelajaran dimulai dan Fisika! Ya, pelajaran itu lagi. Aku jujur tidak tahu menahu tentang hukum-hukum dan rumus-rumus yang berlaku di situ. Semua nampaknya aneh. Akupun hanya bisa diam dengan tatapan kosong saat Miss Elida mulai menyampaikan soal. Beberapa ketidak beruntungan kadang datang seperti hujan. Rempukan... Lantas, aku diam saja. Aku bingung mau menulis apa. Ya, akhirnya, akulah orang yang paling tidak bisa mengerjakan soal itu di kelasku. Ya sudahlah, dua sudah berlalu. Mungkin nanti akan lebih baik. Namun malamnya, malam ini aku mengirim pesan dan tulisan di delivery reportnya adalah "Waiting". Kemarin juga aku mengirim pesan kepada beberapa orang dan delivery reportnya sama juga, "Waiting". Pesan itu selalu pending, padahal sinyal yang aku terima lumayan banyak. Sungguh merepotkan. Bukannya sampai pada hari ini, pasan yang pending pada hari yang lalu masih berkeras hati mengacungkan kata "Waiting". Mau aku tunggu sampai kapan lagi? Untung saja tadi sudah sampai.

Aku kembali berpikir. Kenapa orang memiliki keberuntungan. Ini hanya membuat orang-orang terbedakan. Ini sama seperti tadi pagi. Aku sedang mendengar musik, saat orang yang bernyanyi itu mengatakan "morning sun", maka aku sedang berada di bawah sinar matahari pagi saat itu. Dunia serasa seperti musik, mengalun dengan indahnya. Namun saat aku merasakan firasat buruk dan benar saja, sementara lagu yang aku dengar masih terus berlanjut seakan tidak melihat ketidak beruntunganku, semua sepertinya berubah menjadi kelabu. Seakan nasib kita itu dipegang oleh "seseorang", walaupun memang nasib kita dipegang oleh-Nya tapi yang menentukan tetap kita.  Kadang juga Dia sering "menjahili" kita dengan suatu sentuhan ajaib dan voila! Salah satu lengan dari tasku patah! Apakah itu keberuntungan? Ataukah ada kejahatan yang telah aku perbuat yang membuat kejahatan itu berbalik padaku? Ataukah khanya keteledoran? Bagaimana jika semua orang itu tidak memiliki keberuntungan. Semuanya sama, hanya tindakannya saja yang dapat menentukan arah hidupnya. Namun dunia pun tidak akan berputar jika tidak ada keberuntungan.
We all dream a lot - some are lucky, some are not. But if you think it, want it, dream it, then it's real. You are what you feel.
Itulah salah satu filosofi dari Tim Rice. Kita semua bermimpi, beberapa beruntung dan lainnya tidak. Dari potongan kalimat itu, sudah terbedakan antara orang beruntung dan tidak. Apalagi kalau orang itu tidak beruntung, tapi tidak sial, alias netral. Pasti akan terjadi pengelompokan dalam masyarakat lagi.

Aku juga berpikir namun tidka akan mengkriik siapa-siapa lagi. Aku tidak akan mengkritik Dia lagi, atau apa yang Dia berikan, tapi aku. Seperti gambar yang terpampang di atas, ada gambar bayangan di atas kolam ikan. Abu-abu. Ya, seperti itulah kritikku kepada diriku. Aku ini kelabu, tepat di tengah-tengah. Berbuat baik pernah, jahat pun sudah. Tapi aku kadang memaksa orang. Entah orang itu sadar atau tidak, aku akui kesalahanku. Kadang aku terlalu aneh, aku akui keanehanku. Kadang aku meminta orang lain melakukan tugasku, aku akui kesalahanku. Dan kadang aku menumpahkan setetes air dari mataku saat menguap, sebagai tanda bagi kalian yang sudah aku tumpahkan dengan kekelabuanku. Tapi aku bingung. Aku selalu menumpahkan air tidak hanya satu tetes, namun dua atau tiga. Itu kadang-kadnag terjadi saat pelajaran berlangsung, dan kadang saat aku diam. Memang itu adalah aktifitas biologis dimana mata kita kotor dan ada air untuk membersihkan kotoran itu. Namun, aku bingung. Tiap kali aku melakukan kesalahan, malu, bohong, atau apapun itu yang membuat aku tidak terlalu nyaman, air itu kadang mencuci hatiku. Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, "Kenapa aku selalu begini? Terlalu memaksa? Terlalu bekerja keraskah? Atau aku yang terlalu dipaksa?" Semua ini hanya membuat aku beretorika di bangku paling pojok belakang kelas. Jauh menyendiri seperti orang yang kelainan jiwa. Hah. Tapi memang pertanyaan itu terus yang ada. Apakah aku bisa? Apakah aku benar? Dapatkah aku melakukannya? Only God and me who know...

Sabtu, 18 September 2010

Shape of my heart

"What the heck are you talking about? It's very cool you know! Just deal a card, wear a mask, and say that I love you. But, what's hidden in this song? I just feel something fishy around this song."

That is my response at the first time I heard the song. I just feel something's hidden between this three KEYWORD. I just think about it every moment when I hear this song. It just chain each other. Make it to be meaningful for me.


First, the CARD.
The song tells us about "He". He plays card, but not for money or respect. So, he just play without any destination? Just play for a meditation and an answer? How Come? How about the answer? What is the geometry of chance? The hidden law of probable outcome? And how can be the numbers to lead a dance? Is he play while he is dancing? Many mystery about this one. If you shuffle the card and deal it, you will get a card that different with the second time you do this. Maybe He want to reveals the probability of card that he deals, randomly. He may play the jack of diamonds, or lay the queen of spades, or conceal a king, but his memory of "it" fades. What memory? I don't know what he mean by "it". But the mean of all card is in the refrain. He makes the symbol in the card into something different. The spades are the sword, The clubs are the weapon of war, the diamonds mean money, but he not tell about heart. He just say that the three symbol is not the shape of his heart. Maybe he mean that this "art" has his heart. Maybe he just want to try his luck. Maybe...



Second, the MASK.
It says that he is falling in love to someone and he say "I love you". But he is pretending that she is thinking about something that going wrong. He thinking like that because he wear a mask, and (maybe) she think that he wear a hundred mask. I'm just wandering, why is he say that he just wear a mask, not a face. If he wear a mask, that mean he have a double face. And it can be a half to her and a half to something different. Maybe to his "heart"? 

I just thinking. What is this song's true meaning? Card and love? Maybe those two thing have similarity.
  1. Card and love are random, blind. It can give you heart to love you, or maybe spade to pierce you.
  2. Both of them are not absolute. It is the thing that the song tell in the first time you hear it. Probability. It can take you up to ace of heart, or maybe bring you down to ace of spade.
  3. Both of them are taking cost to yourself. It can be respect, money, or maybe a heart.
  4. Both of them can stab you from behind. It can be happen because of mask, lie, etc.
Things are going worse if the card in your heart is club, spade, or diamond. But if you take the heart card to your heart, things are going to change. Maybe good, maybe neutral, or maybe bad. 'Cause this life is a card.

Senin, 13 September 2010

Aku berpikir 1

Hah. Libur seperti sekolah dan sekolah seperti libur. Itu yang aku rasakan. Semua seperti terbalik. Saat aku sekolah, yang aku rasakan adalah nikmatnya liburan. Tetapi saat libur, yang aku rasakan adalah terpenjara di depan teras ruko kecilku ini. Sungguh aneh tapi inilah yang terjadi. Memang mau bicara apa lagi? Sungguh, aku ingin dapat bebas. Lepas! Melewati hari-hari bersama kalian, teman! Sayang, aku terperangkap dalam perangkap semu yang memerangkap diriku ini. Memang ini seperti perang antara aku dan perangkapp itu, tapi perangkap itu seperti memerangkap segala perangkap yang sudah aku angkat. Aku menjadi bingung. Aku menjadi bimbang. Apakah aku bisa melewatinya dengan wajah tersenyum?

Hah. Semua seperti mimpi. Ini bukan masalah ruko atau perangkap. Ini soal aku dan musik yang aku dengarkan. Memang aku menyukai segala jenis musik dan aku sering membayangkan musik itu di pikiranku. Saat tempo dari musik itu mulai kencang, aku membayangkan diriku lari. Tergantung situasi, apakah lagu itu mencerminkan hutan, air, atau kebakaran, atau mungkin kota. Yang penting aku bermimpi dengan memejamkan mata sambil duduk atau tidur dengan headset yang terpasang di kedua kupingku dengan volume sedang. Ya, aku bayangkan diriku berlari. Lalu berjalan dan melihat sekeliling. Aku merasakan sesuatu akan terjadi. Entah gempa, entah banjir, entah kebakaran hutan. Yang penting saat aku bermimpi, apapun bisa terjadi. Sebab di mimpi, semua bisa menjadi maya.

Alangkah indahnya jika ada ajakan untuk mengubah diri ini menjadi insan yang lebih memikirkan diri sendiri. Mengajarkan sepenuh hati dan menasehati sepenuh jiwa. Namun apa yang terjadi adalah aku sering mementingkan orang lain ketimbang diriku sendiri. Benarkah? Ini hanya pikiranku, namun, ada yang bilang kalau aku lebih mementingkan diriku. Mana yang benar? Ah, semua seperti alur dalam novel. Ada konflik dan ada penyelesaian. Namun ada juga yang belum selesai. Bahkan masih bertahan. Sebenarnya bukan konflik. Hanya kebimbangan batin saja. Ya, sepertinya aku harus berpikir lebih serius. Jangan selalu meratakan muka yang sudah rata tergilas waktu. Ya sudahlah.

Hei! Ya! Aku terpikirkan ikan! Memang apa bagusnya? Haha, memang aneh. Di benak terlintas ikan dan aku langsung menulis demikian anehnya. Memang kenapa dengan ikan? Bukankah itu nama dari gang tempat aku sedang mengetik tulisan ini? Bukankah itu adalah hewan air? Bukankah itu hewan yang selalu kau makan setiap harinya? Ya mungkin, tapi aku merasa aneh dengan ikan. Aku sudah pernah diterkam, tepat dimulut oleh ikan peliharaanku sendiri. Betapa jahatnya! Namun memang itu salahku. Buat apa mendekatkan mulut ke dalam bak? Hahaha, teringat masa lalu. Ya, kenapa ikan selalu saja di pancing? Kenapa mereka terus saja memakan umpan, padahal mereka bisa memakan makanan lain yang ada di tempatnya? Kenapa mereka harus di pancing? Sebab itu ikan? Bukan itu yang aku ingin tahu! Alasan konkret! Apa? Hah. Ikan ini menyusahkan saja. Mahkluk penambah IQ ini sungguh membuatku bingung. Pantas saja sering menjadi maskot. Hah, ya sudahlah. lebih baik aku kembali berlari. Berlari menuju mimpi. Mimpi di dalam lagu. Bersama ikan-ikan dilaut. Dan dengan pikiran yang mampir ke smua rumah. Mencari mereka. Mencari...

Selasa, 31 Agustus 2010

Jawaban(kah?)

Kemarin-kemarin aku sempat cerita soal mimpi anehku. Biar aku bocorkan sedikit;


  • Di dalam mimpiku, adik kelasku ingin meminjan Headsetku;
  • Aku sempat pergi dengan saudaraku dari Jakarta, dan adik kelasku;
  • Dia akan mengembalikannya pada hari selasa.
Sedikit tentang adik kelasku, dia bernama Sakti. Entah ada apa itu, tapi "Sakti" adalah nama akhir dari vihara tempat aku beribadah. Namanya "Vihara Widhi Sakti". Apakah ada kaitannya? Lalu sekarang hari selasa, dan aku sempat dibilang "tuli" oleh Asyer. Aku memang tak mendengar jelas panggilan dari guru, tapi apakah itu arti dari headset di pulangkan hari selasa? Lalu, aku tidak ingat dan tidak tahu bahwa aku punya ikatan darah dengannya. Sungguh aneh. Ada beberapa yang terjawab, ada juga yang tidak. Ah, sudahlah...
Sekitar 25 kasur sudah aku bawa dari lantai dasar, ke lantai satu dan satu tingkat di atas lantai satu. Capek aku rasakan, saat ini. Aku tidak mau memikirkanya, namun ada lagi satu misteri yang aku dapat dari hari senin lalu. 

"Aku adalah orang yang sulit di tebak...
Aku terbuka, namun hanya diluarnya saja...
Sebenarnya aku orang yang sangat tertutup"

Apakah yang aku bingung dan aku kira tidak akan terjadi harus terjadi?
Apakah semua yang sudah tertutup-tutupi dan sengaja dibuka supaya terlihat tertutup kini semakin munutup pintunya?
Semua sungguh bingung...
Andai aku mendapat petunjuk dari mimpiku yang akan datang...

Sabtu, 28 Agustus 2010

Mimpi Lagi : Berkumpul Bersama...

Malam itu...
Aku merasa dingin...
Kakiku menggigil...
Tanganku dengan gemetar memegang selimut dan semakin lama aku semakin terlelap...

Jauh di dalam sana...


Mulailah aku muncul dengan piyama. Berjalan menuruni tangga dan menemui kedua orangtuaku yang sedang membereskan meja. Ada apakah gerangan? Aku tidak tahu kalau ada orang penting yang akan mengunjungi rumahku! Padahal mereka biasa memberi tahukanku kalau ada saudara, atau siapapun yang akan datang. Tapi mereka sepertinya tidak sempat memberi tahukanku. Tidak sempat? Aku bahkan bermain sampai larut malam karena tidak bisa membalas pesan dari semua temanku, dan juga tidak bisa mengirimkan pesan untuk temanku. Jadi, lupakah mereka?

Aku mulai melakukan aktifitasku seperti biasa. Mandi, lalu aku pergi ke depan. Entah mengapa yang aku temukan adik kelasku. Aku pun mulai menyadari bahwa ini hanya mimpi. Tapi benarkah? Tidak biasanya aku bermimpi sepanjang ini. Ini hampir seperti permainan berjenis RPG yang lama ditamatkan. Aku mulai mengikutinya masuk ke dalam rumahku dan secara tidak sengaja, aku melupakan hampir semua yang terjadi setelahnya. :P

Yang aku ingat lagi, setelah aku berpindah tempat dalam sekejap menuju tempat yang sepertinya familiar dengan ingatanku namun aku lupa dan tidka tahu tempat apakah itu. Lalu adik kelasku itu masuk ke dalam mobil bersamaku dan secara tiba-tiba ada lagi saudaraku dari Jakarta, sudah menunggu di dalam mobil itu! Anehkah? Ya. Di dalam perjalanan menuju antah berantah, adik kelasku ingin meminjam headsetku dan aku memperbolehkannya. Dia tampaknya sangat bingung dan... Aku tidak bisa menggambarkan muka laki-laki itu, tapi yang penting dia akan mengembaliknanya pada hari Selasa. Beberapa saat setelahnya aku mulai bisa merasakan kakiku yang asli. Dan mulai memutuskan untuk membuka mata dan minum segelas air putih untuk menyejukan tenggorokanku.


Apa sebenarnya arti mimpi ini?
Apa yang akan terjadi pada hari selasa?
Apa hubungannya antara adik kelasku, saudara dari Jakarta, dan aku?
Apa ada yang bisa jelaskan?

Rabu, 25 Agustus 2010

Hari ini, tanggal 25 Agustus...

Baru kali ini aku mendapat sesuatu yang sangat, amat, membingungkan sekaligus menyenangkan. Namun aku tak tahu kelanjutan dari malamnya. Senangkah? Tidakkah? Atau rata seperti biasa? :| Hanya handphone, otak, dan tv yang dapat mmembuat segalanya berubah. Oh, ya. Tak ketinggalan, hari ini aku memiliki tugas yang sungguh, amat, banyak, sekali. Tapi, untunglah ada kontak dengan barang elektronik yang satu ini. Ya, komputer. Hehe... :P

Ya, biar di jelaskan. Hari ini aku dinobatkan menjadi ketua yang membuat tanggung jawabku semakin besar, selain presentasi Olah raga yang diserahkan kepadaku untuk di proses dan kedua ulangan mematikan, yaitu Pkn dan Mandarin. (Owh, man... Mandarin... T_T) Tidak lupa juga tugas musik yang menguji keberanian semuanya. Sungguh memalukan, menirukan "Keong Racun" memang absolutly, very very disgusting! Benar-benar "homo disgustingus" kalau aku harus memperagakannya. Tapi kalau sudah menyangkut popularitas, uang, dan segala rupa yang seperti itu, aku baru mau... :P

Ya, tapi siang itu benar-benar. Aneh bin ajaib. Permainan yang mengasah konsentrasi! Kau harus menulis 1-30 selagi satu temanmu mengganggumu dengan mengatakan bilangan-bilangan (bulat dan cacah) dan kamu harus menjawabnya dengan satu bilangan setelahnya. Mereka hanya mengatakan "Satu!" lalu temannya menjawab "Dua." sambil menulis angka satu, dan seterusnya. Setelah aku tahu bahwa angka yang disebutkan tidak usah berurutan. Terbesit satu otak miring yang membuat gila. Awalnya biasa saja. Aku dan Asyer, sedang bermain demikian. Aku yang mengganggu (karena otakku berpikir dengan konsentrasi yang tidak sebesar dia :P) dan dia yang menuliskan 1-30.

"Satu!"
   "Dua." Sahutnya sambil menulis angka satu.
"Tiga!"
   "Empat."
"Lima!"
   "Enam."

Keadaan yang kuno itu berakhir dengan tercapainya angka tiga dan nol di akhir permainan. Namun saat aku mendengarkan dan melihat langsung perjuangan salah satu temanku (Carlos) yang diganggu oleh Ronny. Beginilah kira-kira dialognya...

"Dua tujuh!" Teriak Ronny.
   "Dua delapan!" Teriak Carlos
"Tujuh tiga!"
   "Ehh, Tujuh empat!"
"Tiga puluh!"
   "Tiga satu!"

Dan bilangan-bilangan acak itupun terlontarkan begitu saja di depan kuping Carlos (Yang sepertinya sudah panas karena diteriaki). Aku pun mulai berpikir untuk memiringkan situasi.

"Syer! Lagi yu!" Kataku dengan penuh semangat.
   "Hayu jah!" dengan nada sedikit menantang.
"Yuk, satu, dua, tiga! Satu!"
   "Dua!"
"Tiga!"
   "Empat!"
"Sembilan!"
   "Se... Loh, bukannya harus berurutan ya?" Tanyanya bingung.
"Boleh, wong si Ronny aja begitu."
   "Oh, ya udah."
"Tujuh!"
  "Delapan!"
"Dua puluh!"
   "Ehh... Dua satu!"
"Akar sembilan!"
   "Ehh..."

Dia berpikir sebentar dan akhirnya mengatakan, "Hah? Koq pake akar!?"
Tertawalah dia terbahak-bahak. Kami yang tertawa. Dimulai dengan hanya akar. Lalu mulai terlibatlah minus, lalu perkalian, penjumlahan sampai akhirnya terciptalah suatu permainan matematika yang paling aneh di sini. Sampai-sampai perutku sakit karena tertawa terlalu sering pada saat itu. Aduh, memang hari yang aneh. Lucu, namun sekarang apa lagi yang akan terjadi yaa...

Minggu, 22 Agustus 2010

Aku...

Aku...
Seorang laki-laki berwajah besi...
Rata, datar, tanpa ekspresi...
rata-rata seperti itu, namun itu hanya topeng...

Aku...
Seorang laki-laki penakut...
Hanya bisa di belakang panggung...
Seorang yang tidak berani melihat ke depan...

Aku...
Seorang laki-laki pemalas...
Hanya terpaku pada obsesi...
Walau obsesi itu bisa saja menjatuhkanku...

Aku...
Seorang manusia...
Memiliki banyak kekurangan...
Tak bisa di pungkiri, aku memang bukan pilihan...
Namun aku ingin di pilih...
Obsesi...

Aku...
Seonggok debu...
Tak mampu bertindak di depan...
Hanya bisa di injak-injak...
Hanya bisa bicara, tanpa perbuatan...

Aku...
Ingin kutuliskan semua ini ke dalam satu buku...
Aku, sungguh aku tidak mengerti siapa aku ini...
Apakah aku ini dapat mengeluarkan "Aku"nya diriku?
Atau hanya akan terjadi di belakang saja?
Ingin benar kutuliskan semua pertanyaan ini...
Dan ingin aku beretorika...
Hanya aku, "Aku", dan pikiran obsesiku...
Tanpa suatu realita...
Aku dapat berpikir dengan "Aku" dan obsesiku...

Namun...
Dapatkah semua terwujud?
Dapatkah semua menjadi terbuka?
Atau dapatkah aku sendiri yang membukanya?
Ataukah "Aku" yang membukanya?
Ataukah obsesi?

Semua sungguh aneh...
Sampai pada tiap kesempatan, aku hanya bisa diam...
Hanya bisa menutup mulut, tak bergeming, dan tak bergerak sedikit pun...
Hanya bisa menatap dinding putih dengan pikiran yang melayang-layang...

Hah, apakah aku dapan menjadi "Aku"?

Rabu, 18 Agustus 2010

Wherever I May Go, Whatever I May Do...

Some times, we can see other people...
Happy, sad, mad, or maybe disappointed...
Wherever I may go, I see their face...
Whatever I may do, they may not change their face...
Am I wrong?
Am I...

Some times, I'm just thinking...
Look at the man in the mirror...
He look at me, saying the word to make me down...
But, it only in my mind...
Wherever I may go, I can still look at those horn...
Whatever I may do, I can still feel those feeling...
Am I gone crazy?
Am I just can't...

I just... just... can't stop thinking...
But my mind is not allow me to do that...
Thing that I usually do...
It's good? Or bad?
.......My bad?......
Maybe...
I'm still thinking of It...
If I can do it...
If I can talk it loud...
If I can see it clearly...
Wherever I may go, I just think of it...
Whatever I may do, I just can't feel it...
My bad....
I can't feel it, but believe...
Maybe...

Kamis, 12 Agustus 2010

Selesai

Selamat menikmati...
Hari penuh sial, namun penuh makna...
Hari penuh sesak, namun penuh arti...
Hari penuh emosi dan penuh misteri...
Misteri?
Setiap hari adalah misteri!
Esok adalah misteri!
Nanti adalah misteri!
Tak ada yang pasti...
Namun untuk hari ini...
Selesai...

Selamat merenungi...
Semua yang telah terjadi...
Semua luka, tapi suka...
Semua duka, tapi terselip canda...
Semua mata air dari air mata...
Air mata?
Kapan aku mengeluarkannya?
Air mataku terus di simpan...
Dan terus mengering...
Terus dan terus berlanjut...
Sampai semua ini berakhir...
Selesai...

Selamat menghidupi...
Jalani jalan berliku nan penuh cobaan...
Jalani hidup di jalan retak yang penuh misteri...
Jalani duka dalam suka...
Jalani semua dalam harapan...
Biar tak berwujud, namun akan terwujud...
Namun itu semua hanya akan terjadi...
Bukan pasti terjadi...
Sebab di dunia ini...
Tak ada yang pasti...
Tak ada yang sempurna...
Karena yang sempurna hanya Sang Khalik...
Tuhan setiap agama...
Dan semua akan kembali lenyap...
Kosong kembali, nihil...
Selesai...

Ya, semua akan berakhir...
Aku takkan bisa lagi berkata...
Takkan bisa lagi bergolek...
Diam dan menunggu akhir dunia...
Sobek saja kertas itu...
Mungkin aku tidak memerlukannya...
Hari ini...
Mungkin tahun depan aku merindukan kertas itu...
Mungkin masih bisa terlihat kusamnya...
Namun...
Akankah...
...selesai?

Please take the meaning and don't copy this to your mind
Because this only one?

Senin, 09 Agustus 2010

Saturday 07-08-2010 16:53 :: Karena Aku... ::

Aku tak tahu harus berkata apa...
Aku tak tahu harus menulis apa...
Aku tak sadar akan diriku yang hampa...
Aku selalu begitu...
Ya, selalu saja diam...
Sungguh...
Aku tidak bisa menyangkal...
Aku tidak bisa menghindar...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Inilah akhirnya...
Aku akan mengeluarkannya...
Memuntahkan semua itu...
Walau dalam keadaan yang memusingkan...
Aku kira ini begitu singkat...
Aku kira ini begitu penuh dengan perdebatan...
Antara batin dan raga...
Namun inilah yang akhirnya akan kulakukan...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Tolonglah aku...
Berilah aku sedikit ruang...
Namun jangan berikan aku juga...
Biarlah ruang itu menyusut...
Tapi janganlah terlalu kecil...
Tapi...
Aku bingung mau berbuat apa...
Bak gunung pasir di padang gurun...
Tak menetap selamanya...

Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...


Biarlah aku bimbang...
Biarlah aku bingung...
Biarlah aku menunggu...
Membuat semua terasa tak bersedu...
Karena isak tangis hanya di hati...
Canda tawa hanya di tangan...
Karena aku...
Ya, aku...
Akulah diriku...

Tak berukir tawa, tak berurai tangis...
Tak berpaku benci, tak terpikir senang...
Hanya terlintas sebuah kata, selalu menghasut jiwa...
Yang sudah lusuh dan terbesit kaku oleh diri sendiri...
Kiranya aku mengerti apa yang aku bicarakan...
Kiranya dia mengerti yang aku impikan...
Kiranya aku dapat terima segalanya...
Karena aku...
Ya, aku...
Kali ini...
Aku adalah diriku yang baru...
End of Journal 

Jumat, 06 Agustus 2010

Friday 06-08-2010 19:26 :: Jembatan Kenyataan dan Mimpi ::

Hari ini. Aku lupakan semua. Hanya ingin lupakan semua. Menunggu semua. Hanya untuk aku. Dan hanya untuk alasan tersendiri aku tinggalkan memori yang baru terjadi ini. Aku inin berkhayal. Membuka satu buku hitam yang kusam. Penuh khayalan dan omong kosongku yang terpendam di dalamnya. Tak pernah terungkap. Hanya terarsip dalam rak baju dan terabaikan. Baru aku membukanya malam ini. Sebelum aku membuka komputer ini. Di mulai dari 26 Februari 2010. Ya, saat itu aku masih ingat. Hari-hari mudaku yang belum lama terjadi. Berpapasan, baik dengan ketiga preman, ataupun engannya di hujan yang dingin. Aku masih ingat penampilannya. Dengan payung dan jaket putih. Kalau aku tidak salah, itu pakaiannya saat itu. Pernah juga aku salah lihat. Padahal Cianjur dan Sukabumi berbeda. Tapi dia terasa ada di situ. Hanya sebuah halusinasi. Hah, dulu. Ya, pertama kali aku mulai menulis buku hitam itu. Saat aku selesai membaca buku "Botchan" dari halaman yang sudah aku tandai, 129. Lalu aku mulai menulis tentang perjalanan pendekku selama kurang lebih satu minggu. Mengoceh tentang polusi, lapak-lapak yang digusur oleh pak polisi, obsesiku, dan "terangku". Aku ingat aku menulis hanya untuk sekedar... Melimpahkan isi hati? Mungkin. Tapi, lepas dari beberapa bab yang aku tulis, beberapa di antaranya menyiratkan isi hati, pikiran, opini, dan aspirasiku. Munkin tak banyak, tapi tersimpan juga kode di dalamnya.

Ingin aku melakukannya, namun aku tak sanggup. Aku membatu. Sama seperti di kediamanku, pojok ruang kelas. Aku kedinginan. Membeku. Terserah aku mau tidur atau apapun juga. Tempat yang strategis, namun terasingkan. Tak ada yang dekat, namun jika kelas IPS datang, semua kursi penuh dan aku mendapatkan teman bicara yang lumayan baik. Asyer. Yah, beberapa pemikiranku biasanya berakar dari diamnya aku di pojok ruangan atau terabaikannya diriku yang membuat aku bisa memperhatikan dan berkonsentrasi dengan lebih dalam. Walaupun aku jberpikir tidak sekeras Aristoteles, Plato, atau beberapa pemikir internasional lainnya, tapi paling tidak aku bisa mendapatkan apa yang diajarkan.

Terang saja. Sekarang ini aku menulis karena merasa sepi. Tak ada yang mau aku kerjakan. Semua sepertinya membosankan. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Jadi, mengetik saja yang bisa dan mau aku lakukan. Hah. Semua tak seperti yang dulu. Mungkin Dian Piesesha yang menyanyikan lagu "Tak Ingin Sendiri" menyatakan bahwa dia masih seperti yang dulu, tapi Devlin Bataric menyatakan bahwa aku tidak seperti yang dulu. Adakah aku masih seperti yang dulu? Aku sudah berubah, sepertinya. Aku sudah berubah berkali-kali. Dari diriku yang selalu mengobsesikan diriku kepada video making, video editing, rubik solving, card playing, sampai sekarang. Blogging. Tapi ada yang berbeda dari dulu dan sekarang. Menulis. Aku merasa dulu aku jarang menulis, tapi, aku merasa aku harus menulis untuk melimpahakn segala isi hatiku, duka lara, dan suka nestapaku ini. dan untuk kedua kalinya aku mengatakan bahwa aku sudah berubah. Akankah aku menyatakan diriku ini berubah lagi? Pasti, suatu saat nanti aku menyatakan itu. Namun tak tahu kapan aku akan menyatakan itu. Jadi, dari itu-itu yang membuat hatiku selalu itu-itu saja, terpikir selalu itu. Itu, itu dan itu. Sungguh membuat candu. Oh, Tuhan... Apakah sukma ini dapat berpindah haluan? Aku pun mungkin akan sependapat dengan Syaharani dengan lagunya, "Tersiksa Lagi" yang mengatakan bahwa dimana lagi aku dapat menemukanmu? Di mana lagi aku harus mencari?

Hah, aku pusing tujuh keliling. Mangapa sekarnag bisa begini? Mengapa harus tersiksa lagi? Mungkin akan sekejap saja, tapi... Ya biarlah. Nanti juga akan berpisah. Walau pasti sulit untuk melepaskannya, tapi... Waktu akan memisahkan. Bunga tak akan selamanya dihinggapi sang kumbang. Sehingga sang bunga harus di hinggapi oleh kumbang lainnya. Tak tahu apakah kumbang itu kembali lagi dan dapat hinggap atau mungkin hanya membuatnya berputar-putar saja di atas mahkota bunga itu.

Hah...
Semua ini seperti mimpi...
Tak bisa aku bedakan...
Mimpi yang sukar di terima...
Atau kenyataan yang lebih aneh dari mimpiku...

Dapatkan berlabuh didaratan tak berpeluh?
Dapatkah mencandu dalam dirimu?
Bisakah menghampiri untuk mengakhiri?
Hanya waktu, pikiran, Kenyataan, dan banyaknya mahkota bunga yang dapat menentukan mimpi...

Ya, mimpiku...

Kamis, 05 Agustus 2010

Thursday 05-08-2010 18:50 :: Fiskal yang Belum Terbayarkan ::

Kemarin sudah marah-marah tak karuan seperti cacing kepanasan yang sedang di tekan oleh jari kepalanya. Sudahlah. Malamnya aku sudah putuskan untuk jangan menyerah dan memang pengharapanku memang masih ada. Ayahku pun sebenarnya mendukung untuk di adakannya teater lagi. Kira-kira begini kritikannya

"Memang bagaimana itu? Sudah bagus ada plusnya yaitu dibidang teater, sekarang mau di ganti begitu saja? Memang ada apa? Pakai guru yang ada saja! Biar saja otodidak, yang penting plusnya masih terlihat! Bukan menjadi tidak terlihat begitu. Kalau begitu lebih tidak usah membuat teater dari awal saja! Sekarang bagaimana ini anak-anak teaternya? Di acuhkan saja?"
Ya, kurang lebih seperti itu lah ocehannya. Aku pun semakin bersemangat dari kejatuhan mental saat kemarin. Karena itu aku kembali semangat dalam hatiku. Namun wajahku tetap di ratakan untuk menyembunyikan segala kesenanganku, seperti biasa. Semangat sepertinya kembali merasuki diriku di saat ini. Aku pergi ke sekolah, walau dengan pedih di muka - yang di pedih-pedihkan - sehingga terlihat suram. Ya, ini merupakan salah satu dampak dari dibekukannya teater. Membuat aku semakin mencari cara bagaimana caranya untuk membebaskan diri dan teater ini dari belenggu yang selalu menjerat kami ini.

Pagi hari. Setelah sampai di sekolah dalam keadaan yang biasa, aku mencari tempat untuk tertawa dan bercanda. Tak berselang lama, bel sudah di bunyikan. Ada beberapa hal yang membuat panas telingaku lagi. Entah apa itu tapi aku merasa telingaku panas. Sama seperti waktu itu. Pulang sekolah di hari selasa dan saat pelajaran terakhir (hari kamis terakhir). Panasnya mungkin lebih panas saat musik, namun, saat itu panasnya masih bisa terasa. Walau pun terik matahari pagi masih lebih panas dari kupingku. Ya, sudahlah. Aku tak terlalu mempedulikan hal itu. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Olah Raga. Seperti minggu lalu, kami belajar berguling lagi. Sialnya, aku tidak bisa tenang saat itu. Suara itu terdengar kecil namun terdengar olehku dan membuatku tidak nyaman. Warung tidak boleh terbuka! Atau terlihat sesuatu yang tabu! (>,<)

 Sesudah kami berguling-guling, aku dan beberapa teman lelaki bemain basket. Pelajaran selanjutnya, Mandarin, lagi. Pelajaran membosankan, menakutkan... Ya sudahlah, aku tidak mau membahas mandarin lagi. Lanjut saja ke sesi berikutnya. Istirahat. Dan Pkn. Lalu, musik. Nah, sekarang musik kembali memakan banyak korban. Namun aku jadi korban, lagi. Pertama? Ya. Tetap saja. Dengan dalih untuk contoh. Ya sudahlah. Biarlah. Yang penting aku mendapat nilai. Perjuangan itu di lalui, bukan aku sendiri tapi dengan teman-teman seperjuangan. Ya, dengan 13 orang lainnya. Jadi aku tidak manjadi korban lagi, tapi menjadi tentara. Kami menunjukan kebolehan kami menundukan not-not musik jazz. Hanya satu yang tidak mau mengikuti jejak kami, Brian. Dia akan menggantinya dengan menyanyikan 3 lagu pop. Apakah itu sebanding? Pop sudah banyak, bahkan melanglang buana ke mana-mana dengan liriknya yang lumayan sederhana itu. Sementara jazz, lagunya cukup sulit walaupun sudah banyak juga. Sebanyaknya jazz, pop lebih banyak. Jadi, apakah setara? Ya sudahlah.

Kembali, aku merasakan kuping yang memanas oleh karena sesuatu yang aku tak tahu. Kenapa bisa lagi? Sekarang waktunya sama seperti kamis kemarin, saat di ruang musik setelah bernyanyi. Aku ini seperti orang yang memiliki hutang banyak saja! Memangnya aku menanggung segala fiskal negara sampai aku tak bisa membayar dan kabur dari situ? Masalah kembali terjadi saat "Just the Two of Us" dan "Dia" dinyanyikannya. Memang kurang jernih suaranya, namun... Ah, khayalanku tak akan tersampaikan. Jantungku sepertinya diam saja. Aku jadi hanya bisa memandangi tembok saja. Sempat aku memanggil untuk meminta judul lagu - itu memang tugasku untuk cek ulang segala lagu yang dinyanyikan. Namun, kacang. Atau apa aku yang salah waktu bertanya? Sepertinya aku bertanya dan dia sedang ngobrol dengan Pak Andre. Ah. Gila. Aku memang seperti orang yang belum bayar fiskal! sudah tahu seberapa besar fiskal itu dan aku pasti tidak bisa membayarnya! Akh! Gila. Aku seperti patung, diam, dan tak bergeming. Hanya mampu pegangi bolpoint dengan sedikit getaran di tangan dan dadaku. Pusing kepalaku memikirkan dia. walaupun dia seperti apa yang selalu ku impikan, namun tetap saja tak bisa terucap, ta bisa tersampaikan.

Hah...
Dasar sifatku yang manja...
Sungguh aku memang gila...
Biarlah malam ini aku terlelap...
Dalam mimpi yang ternyenyak...
Bukan penghakiman dalam selimut...
Yang membuat aku terbelalak sambil menangis...
Menangis dalam hati...

Wednesday 04-08-2010 19:18 :: Apa?! ::

Lagi. Kemarin dan sekarang telah berolak belakang. Keadaan yang membuat semangat di hari selasa terpatahkan di hari rabu ini. Awalnya sudah senang begitu rupa, namun setelah sekali lagi di konfrimasi, senang itu mendadak luntur. Cerahnya mentari langsung berganti guntur dan rintik hujan yang deras. Suara ceria anak kecil di padang rumput yang hijau tiba-tiba berubah menjadi isak tangis seorang anak yang melihat ibunya terbujur kaku di bawah pohon di tengah hutan pada malam yang dingin di sertai hujan yang membuat bisu sang anak. Mungkin terlalu berlebihan, namun aku tak berbohong. Aku merasa tertusuk. Tepat di jantungku. Tak bisa aku berkata-kata lagi. Tak sanggup aku mengeluarkan semangat yang tadi keluar begitu panas. Mungkin kronologis cerita di perlukan saat ini.

Selasa itu. sebuah ide yang muncul untuk mendirikan kembali "genk" teater SMA bernama "Teater Tanda Baca". Kelompok itu sebenarnya pertama kali terbentuk oleh karena eskul dan mulai menyatukan hati para anggota dan gurunya sehingga sang anggota ingin membangkitkan "Tanda Baca" supaya bisa kembali terbaca. Sebenarnya ide ini telah aku pikirkan dengan serius dari hari senin, namun aku mulai menanyakan tentang ada atau tidaknya eskul teater. Awalnya aku bertanya dan aku mendapat jawaban yang manyatakan bahwa satu eskul membutuhkan guru pembimbing, dan peserta lebih dari sepuluh siswa. Menurutku untuk mencari pesonil memang mudah. Tetapi, untuk mencari guru pendamping, itu mungkin sedikit sulit. Akhirnya aku mendapatkan Pak Teddy untuk menjadi guru pembimbing. Sungguh senang rasanya! Aku mendapatkan diriku bagai sedang menikmati nikmat dunia ini. Terasa bagaikan dunia ini surga. Hehe. Tawa memenuhi wajahku. Permintaan terakhir yang di ubat untuk mengadakan eskul ini adalah data ulang. Suatu data untuk di nyatakan keasliannya kepada kepala sekolah.

Malam hari di hari selasa. Sungguh sibuk. Mengerjakan tugas, mengumumkan kebangkitan teater dan banyak lagi. Sungguh senang sekali. Namun. Sesuatu terjadi di kemudian harinya. Baru saja aku pergi ke sekolah untuk mengetahui update-an terbaru dari Pak Ted, aku sudah melupakan tugas ku yang satu itu. Model sel hewan! Aduh, untung saja aku ingat, namun aku ingat saat sudah di depan gerbang sekolah. Aseem... Untung saja aku masih ada pulsa, jadi aku masih bisa menelpon bantuan. Kala menunggu pesanan, aku berpikir untuk bahan pembicaraan saat rapat untuk membentuk teater seusai sekolah. Kala berpikir, aku mendapati pak Teddy yang sedang berjalan menuju aku yang ada di dekat meja depan teras sekolah. Kupikir berita baik, ternyata berita buruk. Padahal aku sudah menyatakan bahwa sudah banyak yang mendukung teater ini dan pasti ada anak kelas X yang mau ikut! Peserta di pastikan lebih dari sepuluh! Aku sudah berapi-api menyatakan semua itu, namun pak Teddy menyanggah semua omonganku dengan info terbarunya. Teater tak bisa di adakan atau untuk lebih halusnya dibekukan dulu. A..apa?!!

Kemarin semua sudah berjalan lancar, na... namun... Apakah aku bermimpi? Kenapa bisa jadi begini?! Aku sudah susah payah mengumpulkan semua "tanda" untuk menyatukan dan membuatnya terbaca, namun... Itu hanya mimpi? Yang kami butuhkan sekarang ini hanya Ms. Ira! Hanya itu untuk bisa membangkitkan teater! Sekeras apapun aku berusaha, tetap saja tak bisa berbuat apa-apa. Dari pagi aku sudah lunglai. Kertas untuk mendata ulang "tanda-tanda" yang baru pun langsung aku sobek dengan wajah rata, namun dnegan hati yang bergejolak. Apa ini?! Kenapa harus begini? Mengapa harus begini?!!!

Tak puas aku berkomentar di sekolah, aku juga berkomtar di sini. Beribu macam alasan sudah di keluarkan, namun dinding batu itu belum terbelah. Aku masih belum bisa menemukan titik lemah dari dinding itu. Bagai tetesan air yang mencari celah untuk melewati dinding batu itu, aku pun berusaha dengan segenap kekuatanku. Walau pun dengan dukungan teman-teman, tapi...

Nihil...
Semua berakhir dengan nol...
Membuat aku jadi tak tahan lagi...

Senin, 02 Agustus 2010

Monday 02-08-2010 19:16 :: Impas ::

Terlewat lagi. Kali ini terlewat beberapa hari. Satu hari yang di ingat, satu lagi tidak. Impas sudah. Walau semua hari terasa cepat, ingatan masih bisa mengenangnya. Di mulai dari hari yang tidak terlalu ingat. Sabtu.

Sabtu... Apa yang terjadi? Hmm... Aku merasa... Sabtu... Aku... Bingung.
Lupa. A... Ya! Aku ingat! Ini terjadi pada hari sabtu. Kunjungan pertamaku! Ya, aku baru ingat sekarang. Hari itu. Tidak seperti biasanya. aku bangun dari kasurku dan segerombolan kata-kata menusuk datang menerjangku. Siapa lagi kalau bukan ayahku. Aku bangun sekitar pukul sembilan pagi. Pagi? mungkin dalam jam ayahku, itu sudah siang. Teramat siang. Aku pun hanya bisa diam, mangambil handuk dan mandi. Menjemput adik, lalu kembali pergi. Menuju rumah salah satu guruku. Guru olah raga tepatnya. Pak Gilang.

Sekitar pukul sebelas lebih empat puluh menit, aku pergi ke Bunut, sebuah rumah sakit dekat sekolahku, untuk bertemu dengan guruku. dia meminta bantuanku untuk mengutak-atik laptopnya sampai terlihat baik. Tapi, mengapa harus aku? Sebenarnya itu karena temanku, entah Karina atau siapa itu, yang berkata bahwa aku yang bisa dan ahli (?) dalam mengutak-atik komputer. Kalau masalah mengutak-atik memang aku jagonya. Membuat komputer terlihat aneh dan tidak bisa di kembalikan lagi. Namun untuk urusan tertentu, aku bisa mengubahnya supaya lebih indah. Ya, terima kasih atas "gelar" itu, aku bisa mengetahui satu lagi rumah guru dari SMAK.

Ya, guru "gokil" ini memang gokil di bidangnya, namun untuk computing, aku bisa melebihi levelnya. Di rumahnya... Mungkin aku tidak patut mengatakan hal ini sebab dia guruku dan aku tidak mau menurunkan pamornya. Jadi lebih baik kita lompat dahulu teras rumahnya, dan menuju lantai kedua. Di situ terbentang karpet yang aku kenal. Ya, persis seperti yang di jual di tokoku! Ingin aku menanyakan dari mana asal karpet itu, namun sayang, otakku selalu lupa kala di harapkan mengingat. singkat cerita, aku pulang telat, aku dimarahi, dan semua berlangsung biasa saja sampai sore, aku makan di cianjur, bercengkrama dengan Hypermart,  dan kembali ke rumah sambil terkantuk-kantuk menunggu kembalinya pesanku ini.

Cukup untuk sabtu, hari minggu aku masih mempunyai hal yang lebih penting untuk di bagikan karena sulit untuk dilupakan. Guru Bahasa Indonesia yang sudah di nanti-nantikan untuk mengajar, namun malah pergi. Guruku sayang, guruku malang. Dia pergi meninggalkan muridnya menuju Jakarta, mempertaruhkan hidupnya di situ, dan bersusah payah mencari kerja. Terkesan berlebihan namun sebenarnya aku hanya mau bilang bahwa dia sedang mencari pekerjaan semenjak pergi dari SMAK. dan sekarang, maksudku, hari itu, dia kembali ke Sukabumi. Kami beserta beberapa teman kami saling bercengkrama. Bernostalgia dengan wajah baru guru lama yang baru datang kemarin malam. Ya, perasaan aku dan teman-temanku sangat bahagia. Aku, Rey, Brian, Diandra, Karina, Luciana, Fransisca. Itu lah orang yang bernostalgia dengan Ibu Ira di Bubur Ayam Bunut pada hari minggu itu. Setelah makan bersama di situ, kami menuju Tiara. Saat itu, dua teman kami berkurang untuk pergi ke tempat yang lain. Fransisca dan Karina. Jadi kami tinggal berenam.

Sampai di Tiara. Kejutan ternyata muncul tiba-tiba. Padahal kemarin dia bilang ingin ke gereja, namun kusadari, memang jam itu gereja pasti sudah bubar dan informasi dari beberapa temannya, seperti Diandra, dapat mengalir dengan cepat. Zaman sudah canggih, semua harus serba cepat. Ya, biarlah. Aku hanya bisa diam. Oh, dan tidak hanya dia yang datang, tapi juga Asyer. "Pengacau" yang ini memang harus ada di setiap suasana karena paling membawa keceriaan dan paling "tengil". Kembali ke alur. Di Tiara kami bermain. Ada yang bermain bom-bom-cart, ada yang bermain basket, dan ada juga yang bermain mobil balap. Ya, tempat itu terasa ramai. Sama seperti ramainya hatiku. Sungguh teramat senang aku pada waktu itu. Semua terlihat senang. Kenapa aku harus murung? Aku pun harus buat diriku senang, tapi...

Ya, setelah itu, kami pergi ke tempat penginapan Ms.Ira (ya, kami biasa memanggilnya demikian). Namun Dia tidak bersama kami. Dia pulang dan berbeda jalur. Sesampainya di penginapan, kami menunggu Ms.Ira yang ingin mandi, karena dia pergi ke Bubur Ayam Bunut tanpa mandi. Jadi maklum saja. Lalu setelah itu, kami pergi menuju Supermall. Entah itu harus di sebut Super atau tidak, tapi mall itu masih seperti gedung biasa yang berisi toko-toko. Kami ingin ke situ karena beberapa teman kami ada yang unjuk gigi. Dan, demi rasa kesolidaritasan antar teman, kami menunggu dia dengan menjemputnya. Ya, rumahnya memang searah, jadi tidak ada repot-repotnya. Setelah ia bergabung, jujur, aku tidak berada di belakang, dan diam lagi. Hanya berjalan di depan seperti orang yang kikuk, karena jika aku ada di belakang, aku bisa salah tingkah.

Ah, sudahlah. Jadi begini, kami sampai di tempat itu, menyaksikan pertunjukan dan bertemu satu guru lagi, Native speaker lebih tepatnya, dia bernama Mr.Ian. Sangat humoris dan mudah bergaul dengan anak-anak seperti kami. Dia sangat perhatian kepada kami, baik saat mengajar, maupun saat bertemu di jalan. Humorisnya pun tetap di bawa sampai di mana-mana. dengan gaya bicaranya yang kebule-bulean itu, membuat kami semua tertawa terbahak-bahak. Sungguh, aku tak tahan melihat mukanya, apalagi jika dia berdansa ala dangdut. Hehehe, lucu sekali. Memang mirip dengan Mr.Bean. Hah, ya sudahlah. Setelah kami menyelesaikan urusan kami di situ, Kami menuju "warung" di dekat SMPK untuk mengisi perut. Setelah itu kami berpisah dan aku pergi lagi ke rumah salah satu temanku, Refind. Tak ada maksud yang jelas mengapa aku ke rumahnya, namun yang aku tahu, aku di suruh Brian untuk pergi ke rumahnya. Dia juga akan menyusul ke sana, namun dia harus pulang dahulu untuk menyelesaikan urusannya.

Sampai di situ aku menunggu Brian, dan setelah Brian datang, kami saling berbagi trik. Biasa saja, aku di telpon untuk pulang paad pukul empat sore. Waw, tak ku sangka, aku keluar pukul delapan dan pulang pukul empat. Delapan jam sudah aku di luar rumah. Hebat. Baru aku sadari itu. Hari-hari yang kulewati di rumah akhirnya terbalaskan di hari itu. Impas. Setelah itu, semua berjalan seperti biasa. Tak ada yang menarik. Tidur. Terlelap. Bermimpi. Dan kembali bangun di hari senin ini. Hari yang lumayan menyenangkan. Tidak seperti biasa namun biasa dilakukan. Baru kali ini selama satu bulan terakhir...

Sudahlah...
Biarkanlah...
Semoga besok lebih baik dari hari ini...